4. Money

5.3K 117 16
                                    

Melati mematung pada sisi ranjang sembari memegang ponsel.

Ia teringat pertemuan dengan Iman tadi siang. Saat itu, Melati jelas menolak mentah ketika Iman meminta nomor ponselnya. Semua karena sikap Iman sangat ofensif. Dia juga sudah tahu profesi Melati sebagai Pacar Sewaan, dan Iman jelas-jelas menghinanya. Selain itu, Iman juga tahu kalau Melati pacaran sama lelaki beristri.

Akibat pertengkaran mereka -- Iman pasti hendak membalas dendam. Ah, dasar lelaki laknat kurang kerjaan!

"Jasmine, kamu kenapa?" Bram menghampiri. Ia menyadari air muka Melati yang pucat.

Melati gelagapan. "Ehm? Eng-enggak apa-apa kok, Om. Hanya sedang memikirkan pekerjaan untuk besok pagi," kilahnya.

"Sungguh?" selidik Bram.

"Iya." Melati mengangguk menutupi.

"Jasmine," panggil Bram. "Bicara soal pekerjaan - mengapa kamu masih saja bekerja di agensi pacar sewaan? Apa uang yang kuberikan belum cukup?"

Melati menggeleng. "Sebenarnya cukup andaikata aku tidak harus membayar tanggungan utang bapak."

"Utang bapakmu masih belum lunas juga?" selidik Bram gusar.

"Belum," aku Melati. "Aku harus bekerja lebih giat lagi, Om. Menjadi pacar sewaan waktunya fleksibel dan gajinya banyak. Kalau jadwalku full terus -- aku akan semakin cepat melunasi utang bapak."

Bram menghela napas berat.

Ia mengambil tempat di sisi Melati. "Maafkan aku, Jasmine. Aku lelaki tidak berguna. Aku merasa tidak punya kekuatan untuk mengendalikan hidupku sendiri. Seharusnya, aku membantu kesulitan finansialmu agar bisa lepas dari jerat utang. Namun, akibat aset dan keuangan yang diatur oleh istriku, aku tak bisa berbuat banyak."

"Aku mengerti, Om." Melati meraih jemari Bram. "Tak perlu kamu jelaskan lagi." Ia lantas tersenyum. "Uang yang kamu berikan selama ini sudah cukup membantu meringankan bebanku. Jadi, jangan bilang kalau Om tidak berguna."

Bram nanar. "Kamu terlalu baik hati. Tak seperti istriku yang suka menuntut. Aku takut kamu akan meninggalkanku demi lelaki lain, Jasmine."

"Aku tak akan meninggalkanmu. Aku menunggu saat-saat kita bisa bersatu tanpa takut ketahuan." Melati menyandarkan kepala di pundak Bram.

Bram mengecup puncak kepala Melati. "Bersabarlah. Sebentar lagi aku akan bisa berdiri di kakiku sendiri. Aku akan angkat kaki dari penjara keluarga istriku."

Melati mengangguk.

Bram kembali melanjutkan, "Jasmine, berjanjilah tidak akan jatuh hati pada salah satu klienmu."

"Mereka semua rata-rata mahasiswa atau pekerja kantoran biasa. Aku tak mau menambah beban, Om. Lagi pula, menjalin asmara dengan klien dilarang keras oleh Agensi. Kalau ketahuan, aku bisa dipecat."

"Kalau terlibat asmara dengan klien adalah terlarang -- mengapa kamu mau bersama denganku?" tanya Bram.

Melati menoleh. Ia menatap Bram lekat. "Karena demimu aku bersedia mengambil resiko. Kamu spesial bagiku, Om."

Bram tersenyum tenang.

Ia lantas membungkam bibir plumpy Melati dengan pagutan dalam.

SUGARBABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang