44. Negeri Maghribi

19.2K 1.2K 52
                                    

"Lihat suamimu ini, Dek. Begini cara mengundang burung-burung itu agar mau bertengger di tangan kamu," ucap Emil. Sebelah tangannya yang terisi biji-biji jagung, dia tadahkan ke atas secara menyamping.

Dan hap! Dalam hitungan sepersekian detik, seekor burung dara hinggap di lengan tangan Emil, mematuki, memakan biji-biji jagung yang ada di tadahan tangannya.

"Masya Allah!" seru Almira melihat Emil yang berhasil mengundang salah satu burung dara yang berseliweran di tempat terbuka yang ada di kota Casablanca, Maroko. 

"Sekarang giliran kamu yang coba, Dek," ajak Emil begitu burung dara di tangannya sudah terbang ke tempat lain. 

Emil beringsut mendekati Almira. Menaruh segenggam biji-biji jagung ke sebelah tangan Almira. Mengomando tangan Almira menengadah ke atas. 

Dan hap! 3 burung sekaligus hinggap di tangan Almira. Mematuki, memakan biji-biji jagung dengan semangat.

Wajah Almira amat semringah karena akhirnya dia berhasil mengundang beberapa burung dara dari sekitar ratusan ekor yang berseliweran dan singgah di taman terbuka ini. Tapi dia sesekali memejamkan mata, kadang juga meringis lucu. 

"Kenapa, Dek? Kok pringas-pringis gitu?" ledek Emil.

"Geli!" sahut Almira. 

Emil tertawa renyah. 

Seekor burung dara terbang sudah dari singgahan di tangan Almira, menyisakan 2 ekor yang masih asyik berebut biji jagung. 

Tak mau menyiakan begitu saja momen menyenangkan tersebut, Emil cekatan memfoto Almira dengan ponselnya. 

Waktu bergulir gembira.

Siang yang hangat, salah satu ruang terbuka yang menjadi bahan bersantai, melepas penat dari hiruk-pikuk seperti pekerjaan yang melelahkan, bertemu kawan, sekedar tongkrongan, ramai nian. Apalagi dengan adanya para penyinggah ratusan burung dara, itu menjadi daya tarik tersendiri. Banyak yang memilih bermain bersama burung dara yang ada, memberi pakan biji-biji jagung, atau sekedar berfoto-foto, entah anak kecil, remaja, dewasa, sama saja, seru. 

"Choukran bizzaf."

(Terima kasih banyak) 

"B'la g'mil."

(Terima kasih kembali) 

Emil berterima kasih pada lelaki remaja Maroko menggunakan bahasa dialek Arab Maroko yang terkenal dengan sebutan darija. Berterima kasih karena telah berkenan memfotokan dirinya dan Almira dengan burung-burung dara menggunakan ponsel miliknya. 

Usai puas bermain dengan hewan bersayap itu, pasutri ini meneruskan perjalanan ke Masjid Hassan II, berada di kota yang tengah mereka pijak. Sebuah masjid yang masuk jajaran salah satu masjid terbesar di dunia. Mempesona sekali dengan berdiri gagah secara menjorok ke Samudra Atlantik. Mengesan seolah-olah terapung di atas lautan. 

"Masya Allah. Indah banget, Mas," decak kagum Almira saat di pinggiran jalan menuju masjid, berhenti sejenak untuk melihat lautan Samudera Atlantik. 

Angin bertiup cukup kencang. Lautan tak henti-hentinya mendeburkan ombak.

"Dulu kamu sering ke sini, Mas?" Almira melirik ke arah Emil yang berdiri di sampingnya. 

Sedang menatap lautan dengan rambut kepalanya ditakali angin, Emil menyahut semringah seraya bernostalgia masa-masa berkuliah di Universitas Al-Qorawiyyin.

"Mas tinggalnya di kota Fez, jadi nggak sering, Dek. Tapi kadang-kadang kalo lagi liburan nyempetin ke sini bareng teman-teman."

Kepala Almira mengangguk. Dia kembali menatap lautan lepas Samudra Atlantik di Benua Afrika yang terbentang di hadapan.

Halal untuk AlmiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang