37. Saranghae

17K 1.3K 109
                                    

Emil menghijabi Almira dengan kerudung segi empat. Sesuai tutorial yang dirinya lihat di YouTube, dia melipatnya menjadi segitiga, lantas mengaplikasikannya pada kepala Almira yang sudah terbalut ciput rajut. Sebelah tangan Emil terulur mengambil bros di atas nakas, mencoba memakaikannya untuk menyimpulkan kain hijab di bawah dagu.

Seutas senyum singgah di bibir Almira kala melihat dengan jelasnya kerutan kening Emil. Tampaknya, suaminya amat serius dalam menekuni pekerjaan satu ini.

"Kelihatannya mudah, tapi ternyata nggak, Dek," keluh Emil yang baru saja selesai memakaikan Almira bros, tetapi nyatanya saat ditinjau bagaimana bentuk lengkungan hijab yang ada, terdapat bagian yang mleyot.

Masih membungkuk dengan menghembuskan napas berat, Emil melanjutkan komentarnya.

"Padahal kamu kalo pake hijab, nggak lihatpun jadinya bagus."

Almira tersenyum geli menonton Emil yang terlihat frustasi.

"Ini juga udah bagus kok, Mas," ujar Almira yang menoleh ke cermin di meja rias yang berada di sampingnya. Tangan kanannya bergerak membenahi lengkungan hijab yang sebagiannya mleyot. Tidak memakan waktu banyak, lengkungan hijab warna mauve itu langsung rapi. Lolos menjadikan kelereng mata Emil melebar.

"Hebat banget kamu, Dek," puji Emil kemudian yang langsung disusul tawa ringan Almira.

Salah satu hal yang paling Emil suka dari diri Almira adalah tatkala istrinya ini tertawa, di mana akan menimbulkan kedua mata mongoloidnya itu seperti orang merem. Saat dalam mode demikian, Almira tampak amat menggemaskan. Maka dari itu, sekarang Emil menjembel cuping hidung Almira sebelum akhirnya membawa Almira menemui Tuan Bahran di ruang tamu. Dan ... betapa terkejutnya saat mendapati Tuan Bahran tidaklah berkunjung seorang diri, melainkan bersama Junho.

Emil maupun Almira terkejut bersamaan. Mereka berdua sebelumnya hanya sekedar mendapatkan informasi dari Ummi Wardah yang mengetuk pintu kamar mereka berdua atas kunjungan Tuan Bahran, di mana sebelumnya, Emil sedang melihat-lihat tutorial berhijab di YouTube tanpa mengaplikasikannya dahulu pada Almira.

"Maaf, aku terlambat menjengukmu, Hyejin," maaf Junho kala Emil dan Almira menemuinya dan Tuan Bahran, usai saling menyapa, serta Emil menyalaminya dan Tuan Bahran.

"Nggak ada kata terlambat, Junho. Makasih ya sudah datang." Seutas senyum singgah di bibir Almira. Secara tak sadar, senyuman barusan bukan hanya berdampak secara sederhana untuk meramah tamah pada Junho, melainkan mengalihkan atensi Emil yang duduk di sofa sebelah kursi rodanya.

Lengkungan bibir Almira membuat dada Emil ngilu. Dia tidak marah atas senyuman Almira pada Junho sebab Emil sadar diri bahwa hal demikian amat wajar, melainkan rasanya dia cemburu. Cemburu perkara yang sulit dijabarkan. Entahlah, perasaannya rumit, dia merasa dirinya yang sekarang menjadi sebegitu posesif.

Kepala Junho mengangguk. Mata mongoloidnya beralih ke arah Emil yang barusan melirik Almira, lantas membuat percakapan dengan Tuan Bahran.

Bertemu Emil secara langsung, pikiran Junho semrawutan. Pasalnya dia menjadi mengingat kejadian sambungan teleponnya diambil alih Emil, mendapat peringatan dengan nada marah.

"Sekali lagi maaf, atas kemarin itu, Paman," maaf Junho dengan mendadaknya. Mengalihkan sepenuhnya perhatian Emil.

Emil menatap Junho dengan bergeming penuh pikir. Otaknya dipenuhi pertanyaan perihal sebutan Paman untuknya. Sebutan Paman yang entah mengapa berkesan sebutan terlalu tua baginya.

Halal untuk AlmiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang