21. Pulanglah, Mas

27.9K 2K 173
                                    

Posisi yang amat menyiksa, pura-pura tidak terjadi apa-apa di saat makan siang bersama Ummi Wardah. Almira berusaha bersikap senormal mungkin, walau jauh dari yang dirinya mau, dia ingin menyepi dan menumpahkan semua air matanya tanpa sisa. Dan tentunya, seperti yang sebelumnya dirinya katakan pada Emil, dia ingin beristirahat dari Emil sejenak, pulang beberapa hari ke rumah Mama Lestari.

Sejujurnya, Almira belum mendapatkan izin Emil untuk bisa pulang. Unek-uneknya tentang ingin beristirahat itu berakhir belum meraih restu sebab terpenggal Emil mendapatkan sebuah telepon dari asisten managernya. Di saat Emil mengangkat telepon tersebut, Almira menggunakan kesempatan ini untuk membawa tubuhnya keluar dari ruang baca menuju ruang makan, di mana Ummi Wardah sudah menunggu dirinya dan Emil untuk makan siang bersama.

Tak berselang lama Emil bergabung. Makan siang bersama seperti biasa. Ummi Wardah tidak curiga sedikitpun bahwasanya anak dan menantunya tengah bersitegang, barangkali beliau termanipulasi akting dua insan yang tampak tetap hangat di hadapannya itu.

"Gimana rasanya, Al? Kamu suka nggak? tanya Emil di saat Almira menelan satu suapan pertama makan siangnya dengan oseng cumi spesial buatannya.

Terpaksa Almira menoleh ke arah Emil yang duduk di sampingnya, tersenyum seraya menjawab, "Enak, Mas. Aku suka. Matur nuwun nggih?"

"Alhamdulillah kalo kamu suka. Sama-sama, Al." Walau paham betul bahwa Almira menjawabnya dengan amat terpaksa, varian kata yang terucap dari mulut Almira tetap membuat Emil senang. Ditambah Ummi Wardah juga menambah hidup suasana dengan memuji masakan Emil, bercerita singkat bahwa Emil saat kecil bercita-cita menjadi seorang koki. Maka dari itu sudah dari kelas 4 sekolah dasar, Emil hobi memasak sesuatu dengan bermodal buku resep masakan milik Ummi Wardah.

Masakan Emil memang enak, tetapi perasaan kusut Almira nyatanya cukup mempengaruhi lidahnya dalam mengecap masakan Emil. Enaknya standar, tidak seperti yang sebelumnya dibayangkan, faktor dirinya sudah tidak bernafsu makan. Barangkali kalau di momen yang lebih baik, oseng cumi yang tengah dirinya nikmati bisa terasa selevel masakan oseng cumi Mama Lestari atau bisa jadi justru di level atasnya. Serta kala ditanya bagaimana rasanya dan apakah dirinya suka oleh Emil, jikalau di momen tidak sedang dalam perang dingin, dia hendak menjawabnya dengan kombinasi kata yang jauh lebih baik.

Enak banget, Mas. Ini sih favorit banget. Pokoknya masakan Mas Emil paling top, soalnya dimasaknya kan pake resep cinta. Matur nuwun nggeh, Belahan Jiwaku. Bakalan seperti itu jikalau suasana hati Almira sedang bagus. Dan tentunya, dia mengatakan demikian saat tidak ada Ummi Wardah, nanti setelah mereka hanya berdua.

Lupakanlah perihal oseng cumi. Begitu selesai makan siang, Ummi Wardah justru bertanya pada Almira tentang apakah menantunya ini sudah ada tanda-tanda hamil? Lolos menjadikan Almira dan Emil bersitatap sejenak sebelum akhirnya saling menimpal senyum dan menjelaskan bahwa Almira belum merasakan tanda-tanda kehamilan, tetapi nanti hendak mencoba tes kehamilan mandiri menggunakan testpack.

Adzan dzuhur berkumandang tepat saat obrolan seputar tes kehamilan menggunakan testpack selesai. Lagi, Almira menghindari Emil sedemikian begitu hanya mereka berdua. Cepat-cepat berwudhu, berangkat ke mushola santriwati untuk solat berjamaah bersama Ummi Wardah dan para santriwati. Menunggu Ummi Wardah sebagai imamah datang sembari khidmat ber-muraja'ah.

Emil pasrah dengan gerak-gerik menjauhnya Almira. Dia berwudhu untuk kemudian mengimami solat duhur berjamaah di Masjid Al-Anwar. Memilih menunda dirinya meminta maaf pada Almira dengan lebih baik setelah nanti pulang dari masjid.

Halal untuk AlmiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang