47. Syekh Ibnu Malik Al-Andalusy

9.3K 591 44
                                    

Almira amat menyukai kisah ini. 

Sebuah kisah dari perjalanan seorang ulama masyhur terdahulu dalam menganggit kitab nahwu yang pada akhirnya terkenal hampir seantero wilayah bumi, dari zaman ke zaman. 

Syekh Ibnu Malik, begitu julukan masyhur pakar gramatika Arab dari Negeri Andalusia yang sekarang terkenal dengan nama Spanyol. 

Dalam memulai penggarapan menganggit kitab Alfiyah, beliau dipenuhi rasa ujub kalau karyanya ini hendak menjadi maha karya yang jauh lebih baik dari maha karya Syekh Ibnu Mu'thi, seorang ulama masyhur yang melahirkan karya kitab nahwu sebelumnya. 

Di bait-bait awal anggitannya, Syekh Ibnu Malik menyombongkan diri dengan menulis gamblang. 

وَتَقْتَضِي رِضَاً بِغَيْرِ سُخْطِ # فَـائِقَةً أَلْفِــــيَّةَ ابْنِ مُعْطِي

(Kitab ini menuntut kerelaan tanpa kemarahan, melebihi kitab Alfiyah-nya Ibnu Mu'thi) 

فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ # ...............

(Mengungguli Alfiyah Ibnu Mu'thi dengan seribu bait, .......) 

Dan tepat di penggalan bait itu yang belum utuh, Syekh Ibnu Malik kehilangan semua konsep anggitannya di kepala. Dia tidak bisa melanjutkan menulis kitab tersebut, berhari-hari mencoba menulis lagi, tetapi tetap saja gagal. 

"Hingga pada akhirnya beliau bertemu seseorang dalam mimpi," jelas Emil. 

Dia tengah mengisi mengaji malam santri putra kelas 3 Wustho. Tempatnya di ndalem. Ini adalah malam pertama mereka mengawali mengaji kitab Alfiyah Ibnu Malik, itulah kenapa dia juga menyelipkan kisah mushonnif-nya yang penuh pembelajaran. 

"Abi!" seru Almaas yang berjalan bebas ke arah Emil, kabur dari Almira yang barusan tengah ikut mendengarkan kisah lewat balik dinding yang menghubungkan adanya pintu masuk. 

Atensi Emil teralihkan pada suara putri kecilnya, langsung mengukir senyum mendapati pergerakan langkah kaki cepat Almaas, duduk di pangkuannya begitu saja. 

Dengan berdiri setengah tubuh di balik pintu, Almira menghela napas, luput sekali telah meloloskan Almaas di pangkuannya hingga berhasil kabur ke arah Emil. Almaas yang menginjak usia 1 tahun lebih sedang sangatlah aktif, nanti malah bisa-bisa membuat rusuh kajian mengaji jika tetap dibiarkan. 

Di sana, benar sesuai atensi Almira, putri kecilnya itu sudah rusuh menyambar kitab Alfiyah Ibnu Malik di meja depannya. Membuka-buka acak dengan geregetan. 

"Ampun kados niku, De. Pelan-pelan," nasihat Emil seraya menangkupkan kedua tangan Almaas yang hendak membuka lembaran lain secara kasar. 

Gerakan Almaas terhenti. Mendongak menatap Abinya. Berceloteh, "Abi."

Almaas memang bocah yang amat menggemaskan dan sebenarnya dia juga penurut sekali. 

Sekon kemudian, Almaas tidak lagi reseh, kalem di pangkuan Emil sembari menatap para santri putra kelas 3 Wustho yang tengah mengaji. Diam bergeming mendengarkan Abinya melanjutkan kisah masyhur itu, seolah-seolah dia paham saja perihal apa yang terjadi.

Hal demikian berhasil membuat Almira yang berada di balik pintu begitu lega mendapati Almaas anteng. Dia merapikan posisi duduknya, khidmat mendengarkan kembali kisah tentang Syekh Ibnu Malik yang pernah sedemikian ujub hingga gagasan maha karya mengagumkannya, tiba-tiba lenyap begitu saja dari ingatan beliau. 

***

"Aku mendengar kau sedang mengarang Alfiyah?" tanya seseorang yang tak dikenali oleh Syekh Ibnu Malik. 

Halal untuk AlmiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang