▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Perpustakaan.
Mungkin jika orang mendengar atau membaca kata itu, yang terlintas dikepala adalah sebuah tempat untuk para kutu buku yang bisa menghabiskan waktu seharian untuk membaca buku. Bagi beberapa orang yang tak begitu niat, mungkin perpustakaan adalah tempat pelarian untuk menghindari teriknya panas alias 'ngadem'.
Semua itu berlaku bagi dua remaja ini, disibukkan oleh olimpiade yang tinggal menghitung hari. Mengerahkan segala yang mereka bisa, memberi sekolah hasil yang terbaik dikesempatan terakhirnya. Jika ditanya apa mereka tidak suntuk harus berteman dengan buku, jawabannya sangat suntuk!
Sudah banyak materi yang mereka pahami, terus mengulang dan mengulang agar tidak lupa. Meski hakikatnya, lupa adalah sesuatu yang manusiawi. Tapi, mereka seakan menolak hakikat itu.
Alina, gadis yang ambis akhir-akhir ini, mengerang karena kepalanya pening melihat barisan angka yang hampir membuatnya lupa dunia. Lelaki yang duduk didepannya terkekeh kecil, menatap Alina yang terlihat frustasi.
"Udah capek lihat buku terus?"
Alina melirik, menghela napas panjangnya. "Banget, eneg gue rasanya."
"Nggak usah terlalu ambis juga nggak masalah, Lin. Lo berlebihan banget, sampe gue bisa lihat muka lo ketara capeknya."
Alina menaikkan kedua alisnya. "Kelihatan banget, ya?"
"Banget."
Lelaki dihadapan Alina itu menyodorkan sebuah kotak susu padanya. Tak kunjung ia terima, justru memberikan kernyitan pada dahi. Mana bisa mereka makan diperpustakaan seperti ini?
Seakan tau apa yang Alina pikirkan, lelaki itu lagi-lagi tertawa kecil.
"Gue udah izin sama penjaga perpus, spesial buat kita diizinkan bawa makanan kesini."
"Makasih banyak, Mahesa. Lo tau aja gue lagi pengen susu." Alina menerima susu kotak itu, meminumnya dengan santai sambil menatap keluar jendela yang mengarah langsung ke lapangan.
Bisa ia lihat dari sana, suasana lapangan yang kosong dan terlihat panas akibat terik matahari itu. Lalu lalang siswa yang menjadi objek pandangannya kali ini.
"Gue lihat, beberapa hari yang lalu muka lo nggak bersahabat banget."
Alina menoleh, matanya menatap netra Mahesa yang teduh. Lelaki itu tersenyum, menumpukan dagunya.
"Nggak kenapa-napa, cuma lagi badmood aja waktu itu."
Mahesa tak merespon, ia masih setia dengan posisinya yang menurutnya nyaman. Alina yang merasa risih ditatap seperti itu, akhirnya memberi sentilan kecil di dahi Mahesa.
"Lo ngapain lihatin gue gitu?"
"Lo nggak akan bisa bohong sama gue, Lin. Jujur aja, lo kenapa? Berantem sama Jiandra?"
Alina terkekeh kecil, semudah itu Mahesa bisa menebak suasana hatinya. Diletakannya susu kotak yang isinya tinggal setengah itu, menghela napas panjang.
"Gue cuma kesel sama Jiandra, berantem terus."
"Maklum kalau gitu, namanya juga cowok."
"Tapi gue nggak suka, Sa!"
Mahesa tersenyum tipis. "Nggak suka Jiandra berantem atau nggak suka cowo yang doyan berantem?"
Alina terdiam, ia membuang wajahnya kearah lain.
"Katanya, orang yang bener-bener sayang pasti akan nurut sama pasangannya, selama itu baik. Tapi kalau Jiandra udah berkali kali lo ingetin dan nggak ada perubahan, mungkin ada sesuatu yang bikin dia begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA JIANDRA • park jihoon
Fanfiction❝Kalau penegak keadilan tidak bisa membawamu ke neraka, maka kami yang akan membawa neraka untukmu.❞ Disaat dalam menentukan siapa yang akan menjadi teman hidup, harus ada campur tangan orang tua. Jiandra diberi cobaan lebih banyak, yakni memberikan...