▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Yoga menghembuskan asap rokoknya, menatap awan yang bergerak pelan terkena hembusan angin. Dia telah mendengar semuanya dari Jiandra, begitu juga yang lainnya.
"Jadi gimana? Mau cari mobil itu dimana?"
Yoga menoleh kearah Dhafa yang juga sedang merokok disampingnya. Saat ini, mereka tak bisa meminta bantuan polisi. Karena pihak yang mereka percaya, justru tak bisa diandalkan.
Siapa lagi yang bisa mereka percaya, yang bisa mereka andalkan? Tak ada, kecuali mereka sendiri.
"Susah, Bang. Kita nggak bisa lacak walaupun tau plat nomornya," jawab Dipta.
Jauzan membuang puntung rokoknya kedalam asbak. "Andai aja ada yang punya kenalan polisi."
Yoga, Dhafa, Ajun, Jauzan, Hansa dan Dipta terdiam, menghela napas lelah karena mereka masih tak menemukan caranya. Tapi yang pasti, mereka akan cari sampai ketemu pelaku yang dengan sengaja mencelakai Alden.
"Udah, deh. Kalian nggak ada musuh gitu?" tanya Hansa pada akhirnya.
Mau bagaimanapun, pelaku pasti memiliki tujuan tersendiri 'kan? Punya masalah dengan mereka misalnya?
"Seingat gue nggak ada, nggak tau kalau ada yang nggak suka gue diam-diam." Yoga menghisap rokoknya kembali.
Ajun menyenggol bahu Dhafa. "Lo, Dhaf. Lo 'kan ketos, pasti lebih beresiko punya musuh."
"Terus hubungannya sama Al apaan, anjir? 'Kan yang ketos gue."
"Alden juga OSIS, siapa tau musuh lo nggak suka OSIS."
Dhafa menggeleng lelah, Ajun ini ada-ada saja. Jauzan yang tampak berpikir sambil mengunyah cilok, tak bersuara. Mereka benar-benar buntu saat ini, susahnya menyelidiki sendiri.
Mereka hanya sekumpulan anak SMA yang berusaha mencari keadilan bagi kawannya.
"Oh ya, Bang Jiandra kemana? Tumben nih, nggak ke RS," tanya Hansa, cowok yang sudah menghabiskan satu kotak rokok itu kini beralih menyesap kopinya.
"Dia lagi jalan-jalan sama adiknya," jawab Ajun.
"Loh, Bang Jiandra punya adik?"
Ajun mengangguk. "Ada cowok, namanya Agro."
Dipta melirik kearah Jauzan, cowok yang sedari tadi diam dan hanya mengunyah cilok. Ia menyenggolnya dengan sedikit keras, membuat Jauzan terdorong kearah Yoga. Hampir saja Jauzan tersedak cilok sendiri.
"Anying," umpat Jauzan, membuat Dipta terkekeh kecil.
"Lo tumben diem mulu?" tanyanya.
"Gue lagi mikirin apa yang udah Alden lakuin, sampe ada orang yang lakuin hal jahat ke dia."
Dipta ikut berpikir. "Dia anak kalem, nggak kayak lo yang kayak monyet nggak bisa diem. Jadi menurut gue, dia nggak ada musuh deh."
Jauzan mencibir, menghabiskan sisa ciloknya dan membuangnya ke tempat sampah. Baginya, cilok di kantin rumah sakit itu yang terenak. Bahkan, dia rela mampir terlebih dahulu sepulang sekolah untuk membeli cilok ini.
Murah, banyak dan enak. Ini sebuah kenikmatan bagi Jauzan yang pas pasan.
"Gue mau balik ke ruangan Alden," ujarnya, beranjak berdiri.
"Gue ikut, rokok gue habis." Hansa ikut beranjak, menyisakan Dipta, Yoga, Ajun dan Dhafa yang masih santai merokok.
Mereka masih terdiam, menikmati rokok masing-masing. Sampai dering di ponsel Ajun menyita perhatian mereka. Disana, tertulis nama 'Mama' di layarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA JIANDRA • park jihoon
Fanfiction❝Kalau penegak keadilan tidak bisa membawamu ke neraka, maka kami yang akan membawa neraka untukmu.❞ Disaat dalam menentukan siapa yang akan menjadi teman hidup, harus ada campur tangan orang tua. Jiandra diberi cobaan lebih banyak, yakni memberikan...