▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Netra Riona enggan berpindah dari sosok pasien yang masih memejamkan matanya. Wajahnya pucat, tangannya dingin, dan tak ada tanda-tanda jika lelaki itu akan membuka matanya. Ruangan itu sunyi, hanya suara dari layar EKG yang menampilkan detak jantung Alden.
Sudah dua hari lamanya semenjak Riona mengetahui kondisi sahabatnya ini, dia selalu pergi ke rumah sakit sekedar untuk menemani kedua orang tua Alden, ataupun mengecek keadaanya. Segala doa sudah ia panjatkan demi kesembuhannya, meminta kesempatan untuk mengembalikan Alden pada mereka.
Tapi sampai sekarang, alih-alih membaik, keadaan lelaki bertubuh tegap itu semakin menurun. Orang tua Alden sempat menyerah, tapi tak ingin melepaskan sang anak dengan mudah.
Lorong rumah sakit kini terisi Riona, Jauzan, Dipta, Yoga dan Jiandra. Baru saja Jinan dan Shreya pulang setelah sejam lamanya ikut menjenguk sang sahabat.
"Gue belum tanya sama kalian, hasil penyelidikan gimana?" setelah hening beberapa saat, Riona akhirnya kembali membuka obrolan.
Empat pemuda yang bersamanya tak langsung menjawab, justru saling menatap. Sampai akhirnya Yoga yang membuka suara.
"Hasil sementara, mereka bilang kalau di motor Alden nggak ada kerusakan. Jadi bisa dibilang kalau dia dicelakai seseorang, polisi akhirnya coba telusuri TKP buat cari bukti lain."
Riona hanya bisa mendengus. Bukannya tenang, dia justru penasaran dan marah pada orang yang melakukan hal jahat pada sahabatnya. Disamping itu, Riona cemas setengah mati.
Kecelakaan karena truk, membuat dirinya teringat dengan kakaknya. Riona takut, takut Alden berpulang dengan cara yang sama.
Gadis itu mendengus kasar, beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan yang lain. Saat ini, dia butuh ruang untuk sendiri. Ia terhenti di lorong lainnya, tubuhnya seketika meluruh bersamaan dengan tangisnya.
"Riona."
Mendengar suara yang familiar ditelinga, membuat Riona mengangkat wajahnya. Netranya langsung disambut oleh mata serigala milik Jauzan, yang menatapnya khawatir sekaligus terkejut.
"Lo kenapa lagi?" Jauzan berjongkok dihadapannya, lalu mengangkat tangannya untuk ditaruh di puncak kepala sahabatnya.
Tak mendapat jawaban dari Riona, Jauzan kembali bersuara. "Udah gue bilang, jangan pendam sendiri."
"Alden nggak akan pergi kayak Kak Calvin 'kan, Jan?"
Jauzan terdiam, dia menatap mata yang memerah dengan kantung hitam dibawahnya. "Lo tau sekuat apa Alden, 'kan? Dia nggak akan nyerah."
"Dia nggak akan kayak Kak Calvin?"
Jauzan menggeleng. "Nggak, Ri."
"Gue takut, kalau Alden kayak Kak Calvin gimana? Truk itu besar, Jan."Riona menyembunyikan wajahnya di lutut, tak ingin menatap mata tajam sahabatnya. Jauzan yang paham akan ketakutan Riona, segera memeluknya. Sebagai dua orang yang berteman sejak kecil, bahkan sejak Calvin masih ada, Jauzan tentu tau apa yang sudah dialami Riona.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA JIANDRA • park jihoon
Fanfiction❝Kalau penegak keadilan tidak bisa membawamu ke neraka, maka kami yang akan membawa neraka untukmu.❞ Disaat dalam menentukan siapa yang akan menjadi teman hidup, harus ada campur tangan orang tua. Jiandra diberi cobaan lebih banyak, yakni memberikan...