▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Jiandra menghembuskan asap rokoknya di langit malam yang dipenuhi sorakan dan knalpot motor. Kembali kesini, rasanya menyakitkan baginya karena harus mengingat bagaimana dia kehilangan temannya.
"Ji, Ajun mau balapan tuh." Yoga menepuk bahunya, membuat Jiandra tersentak.
Dilihatnya Ajun sedang bersiap digaris awal, diseberang ada Aditya yang sedang menatapnya. Dua motor itu langsung beradu kecepatan ketika sebuah bendera dijatuhkan. Tatapan Jiandra dan Aditya saling menyorot, seakan saling menunjukkan kebencian satu sama lain.
Sampai Aditya menghampirinya. "Lama nggak ketemu ya, Jiandra?"
"Jangan bersikap seolah lo temen lama gue, kita nggak temenan."
Aditya tertawa kecil. "Oh iya, lo bener! Lo bukan lagi seseorang yang bikin gue tertarik, sayang banget lo nolak masuk geng gue.""Nggak sayang, malah bersyukur gue tolak daripada jadi bawahan orang licik kayak lo."
"Ji, lo tau orang yang berkuasa itu bukan yang paling kaya tapi yang paling licik?" Aditya tersenyum.
Teman-teman Jiandra sudah bersiaga jika ada baku hantam diantara mereka berdua. Udara rasanya dingin ketika mereka saling beradu mulut, seakan menusuk hingga punggung.
"Kemaren lo kalah 'kan? Wanna play game again, Jiandra?" Aditya memajukan tubuhnya hingga wajah mereka saling berhadapan.
Aditya menyengir. "Permainan kali ini tentang si cantik, i fall in love with her."
"Apa maksud lo, brengsek?" Jiandra tanpa sadar langsung mencengkram kaos Aditya, menatapnya nyalang seakan ingin mengulitinya.
Ah, Aditya menikmati ekspresi ini.
"Udah berapa kali lo kehilangan, hm? Your girlfriend and your friend, kalau lo kecolongan lagi kali ini lo kehilangan istri lo."
Bugh!
Teriakan para perempuan terdengar ketika Jiandra menghajar Aditya secara membabi buta. Aura Jiandra yang lebih seperti iblis ini membuat Aditya terperangah sejenak.
Ah, cowok ini harusnya berada dibawah kendalinya.
Kekuatannya akan sangat berguna di gengnya, sayang orang ini harus menjadi musuh.
"Lo yang bunuh Alden, hah?! Jawab, bangsat!"
"Gue emang suruh Mahesa buat rebut pacar lo, tapi bukan gue yang bunuh Alden!"
"Lo masih mau ngelak, hah?!"
Jiandra sudah kepalang marah, mengambil kendali atas pertengkaran dan menambah luka diwajah Aditya. Tapi Aditya segera membalikkan keadaan, menduduki tubuh Jiandra dan membalas pukulannya.
"Lo pikir gue bakal lakuin hal yang bisa hancurin diri sendiri? Bukan gue yang nabrak Alden!"
"Tapi mobil itu punya lo!" Jiandra menahan tangan Aditya.
"Bukan gue yang pake mobil itu! Tapi—"
"Udah, Dit!" Teman-teman Aditya langsung memisahkan keduanya.
Yoga dan Hansa juga menahan pergerakan Jiandra yang ingin kembali menerjang Aditya. Di akhir, Aditya tersenyum kearahnya.
"Jangan sampe kecolongan lagi!"
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Jiandra menghela napas panjang, pikirannya kacau karena memikirkan apa yang dikatakan Aditya. Tentang hubungannya dengan Alina, dan juga tentang Alden.
Sebenarnya apa tujuan cowok itu? Apa hanya karena dia menolak ajakannya dulu?
Jiandra tak paham, karena Aditya rela melakukan semua itu untuk merebut segalanya darinya.
"Ji, tadi Bunda nelpon katanya besok—"
"—Lah, napa muka lo, bro?" Jiandra membuka matanya, mendapati Riona sedang berdiri sambil menatap kaget kearahnya.
Gadis itu mengambil posisi dengan duduk disampingnya. "Abis berantem ama jagoan mana lo? Sini, biar gue obatin."
Tangan Riona ditahan oleh Jiandra, lalu menatapnya dengan sayu. "Bukan urusan lo, kalau mau obatin bayar dulu."
Riona berdecih menarik kembali tangannya. "Yaudah kalau gitu gue mau tidur."
Jiandra menghela napasnya, tangannya menahan kaos milik Riona. Kepalanya menunduk lesu, dan tak ada senyum menjengkelkan di bibirnya.
"Obatin gue," cicitnya.
"Hah? Apa? Coba kerasin dikit."
"Obatin gue, Riona."
Riona tersenyum. "Bayar nggak nih gue? Kalau bayar sih gue ogah, gue lagi miskin."
"Nggak, Ri."
"Oke, gue ambil kotak obat dulu." Riona beranjak berdiri dan mengambil kotak obat.
Dengan teliti, dia mengobati luka di wajah Jiandra. Entah ada apa dengannya, Jiandra tidak banyak bicara dan kepalanya masih saja menunduk. Riona sampai geram karena dia kesulitan mengobatinya karena dia menunduk.
Alhasil, Riona menangkup pipinya dan membuat wajahnya berhadapan dengannya. Karena itu juga, Jiandra kini menatap wajahnya dengan jelas.
"Lo kenapa? Lo lagi ada masalah?" tanya Riona.
Melihat Jiandra tak kunjung menjawab, akhirnya dia kembali bersuara. "Kalau nggak mau cerita nggak papa, nggak semua hal harus diceritain ke orang lain. Tapi kalau lo ngerasa penuh, lepasin aja, Ji. Lo nggak bisa tanggung semuanya sendiri, seenggaknya lo berbagi ama temen lo."
Jiandra menghela napas. "Ternyata selingkuhnya Alina dan Mahesa itu rencana Aditya."
"Hah?! Kok bisa, anjir?"
Riona merapihkan kotak obatnya kembali, lalu beralih mendengarkan cerita Jiandra dengan seksama.
"Mahesa itu anak buah Aditya."
"Kak Mahesa yang anak olimpiade itu? Yang jadi kebanggaan sekolah? Yang bener aja lo."
Jiandra melirik sinis. "Nggak percaya, mending lo nggak usah dengerin."
"Ya gue kaget aja, masa modelan kayak dia jadi anak gengnya Aditya?"
Terdengar helaan napas dari cowok itu, membuat Riona tergerak untuk mengusak rambutnya.
"Jangan ditekuk gitu ah muka lo, serem! Mending tidur sana, besok sekolah!" Riona beranjak berdiri, mengembalikan kotak obat ke tempatnya semula.
Jiandra masih termenung di sofa, kini dirinya memikirkan hal lain. "Lo ngerokok lagi malam-malam gini?"
"Kalau mau tau jawabannya lo harus bayar. Dah, gue mau tidur!"
Netra Jiandra mengikuti langkah Riona yang menaiki anak tangga. Setelah mengetahui kenyataan Riona seorang perokok dari Yoga, Jiandra jadi penasaran apa cewek itu selalu begini?
Dia sepertinya sudah kecanduan, apa dia harus memanggil psikolog lagi?
"Bodoh."
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGLIMA JIANDRA • park jihoon
Fanfiction❝Kalau penegak keadilan tidak bisa membawamu ke neraka, maka kami yang akan membawa neraka untukmu.❞ Disaat dalam menentukan siapa yang akan menjadi teman hidup, harus ada campur tangan orang tua. Jiandra diberi cobaan lebih banyak, yakni memberikan...