Jiandra 43 : Emosi

233 20 3
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Hansa mengernyitkan dahinya sekarang. Tadi saat dia hendak pergi ke kantin, Riona tiba-tiba memberinya isyarat untuk menemuinya di taman belakang. Alhasil mereka sekarang bertemu secara diam-diam ditempat itu.

Tak biasanya Riona seperti ini, sepertinya ada sesuatu yang sangat penting.

"Ada apa, Ri? Tumben lo ngajak ngobrol diem-diem." Tubuhnya yang tinggi, membuat Riona tampak tenggelam.

Mungkin jika seseorang melihat mereka dari belakang, Riona tak akan kelihatan.

"Gue mau minta tolong sesuatu sama lo, Han. Tapi janji, ini cuma antara kita berdua." Hansa menaikkan sebelah alisnya, melihat Riona sebegininya membuat dia penasaran.

"Minta tolong apa?"

"Lo mantan anggota Aditya, 'kan? Berarti lo tau seluk beluk markas mereka."

Hansa mengangguk sebagai respon. "Bentar, jangan bilang lo mau gue nyusup kesana?"

Riona tersenyum, lalu menggeleng. "Gue yang bakal kesana."

"Nggak usah ngaco lo, Ri. Ini bukan masalah sepele, jadi gue tolak permintaan lo." Hansa tertawa kecil karena tak habis pikir dengan tindakan bodoh Riona.

Ia tahu, Riona ingin segera menangkap Aditya bagaimanapun caranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ia tahu, Riona ingin segera menangkap Aditya bagaimanapun caranya. Tapi Hansa tak bisa membiarkan teman perempuannya pergi ke tempat seperti itu sendirian. Riona menatap Hansa dengan memelas, tangannya memegang ujung seragam Hansa agar cowok itu tidak pergi dan mendengarkannya sampai akhir.

"Gue mohon, Han. Cuma lo yang bisa gue mintain pertolongan sekarang. Gue nggak mau lagi ada orang yang terluka karena gue, Alden juga meninggal karena dia ikut nyelidiki orang yang mau celakai gue, 'kan?"

Hansa berdesis sambil memegang kepalanya, bagaimana caranya agar Riona mengerti?

"Tempat itu berbahaya, Riona."

"Maka dari itu gue minta lo kasih tau tiap sudut markas itu."

Cowok itu sempat diam dan hanya menatap Riona, tatapannya tajam. "Terus, gimana caranya lo pergi kesana?"

Riona menunduk. "Sebenarnya, gue udah deketin Aditya buat cari petunjuk."

"Ri, lo gila?!"

"Yes, i am. Kita butuh orang gila buat ngelawan orang psikopat, dan orang gila itu gue."

Hansa mengerang kesal. Dia ingin menolak, tapi sahabatnya ini sampai bertindak jauh agar segera menangkap bukti yang terbantahkan. Hansa harus apa?

Ketekadan Riona membuatnya terpojokkan. Hansa tahu markas itu tidak aman, tempat dimana isinya 70 persen berisi pengguna narkoba. Dan Riona, dengan nekad mendekati ketua mereka.

Riona, kamu sungguh gila.

"Sama kayak lo yang nggak mau kehilangan siapapun lagi diantara kita, gue juga nggak mau kehilangan lo. Jadi Riona, gue bakal bantu lo dengan beberapa syarat. Lo setuju?"

Riona tersenyum lebar, "Makasih, Hansa."

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Jiandra menggaruk kepalanya dengan frustasi, menatap selembar kertas ditangannya yang bertuliskan angka 60 dengan bolpoin merah. Kelas akhir sudah mulai menjalankan try out, dan hasil pertama justru membuat Jiandra kecewa.

"Gagal lagi?" Langkah Jiandra terhenti, matanya menatap tajam seseorang dihadapannya. Sedang menunjukkan hasil try out yang berbeda dengannya, nilai sempurna.

"Jiandra, Jiandra. Pantas Alina putusin lo, tingkat kecerdasan kalian aja beda."

Langkah Jiandra mendekatinya, seringaian terlihat di bibirnya. Lalu ia sedikit menunduk, membisikkan sesuatu yang membuat cowok itu terdiam.

"Kecerdasan kita juga beda, karena itu gue cinta Alina pake hati. Nggak kayak lo, yang nipu dia dengan kecerdasan lo itu. Taunya cuma ngibasin ekornya ke Aditya, sampah."

Mahesa melotot kesal mendengarnya, berbeda dengan Jiandra yang tersenyum menang dan berlalu meninggalkannya. Jiandra berdecak sebal, memilih meremas kertasnya dan membuangnya ke tong sampah. Rusak sudah suasana hatinya hari ini, rasanya ingin menghancurkan segala sesuatu di hadapannya sekarang.

Lagi-lagi, langkahnya terhenti saat dia tak sengaja menangkap kehadiran seseorang yang tak asing baginya. Ada Hansa dan Riona yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang serius.

Jiandra tak ingin peduli, tapi posisi mereka sangat dekat. Bahkan Riona tampak memelas pada Hansa. Sial, Jiandra jadi semakin kesal.

Ia mendekati mereka dengan langkah yang besar, lalu melipat tangannya di depan dada.

"Ngapain kalian? Gue liat serius amat."

Hansa dan Riona jadi menoleh, tanpa memperluas jarak mereka. Melihatnya, Jiandra jadi semakin kesal.

"Bukan apa-apa, Bang."
"Bukan urusan lo, Kak Ji."

"Bukan urusan gue? Gue suami lo kalau lo lupa, Riona Raskan."

Riona mengernyitkan dahinya, tumben sekali Jiandra mengungkit statusnya sekarang diluar rumah. Terlebih lagi di sekolah.

"Diatas kertas doang, 'kan? Jadi, berhenti ikut campur." Riona menatapnya sinis, menyebalkan sekali Jiandra harus datang disaat dia sedang menyimak Hansa.

Tangan Jiandra mengepal kuat, Hansa yang menyadari itu langsung menjadi penengah. "Gue sama Riona cuma bahas pelajaran doang kok, Bang."

Terdengar tawa sarkas dari Jiandra, "Fuck you, Riona. Apa lo sekarang mau deketin Hansa?"

"Maksud lo?"

"Iya, 'kan? Setelah lo gagal sama Alden, lo beralih ke Jauzan. Dan sekarang Hansa? Padahal status lo udah beda."

Demi tuhan, apa yang terjadi pada Jiandra? Hansa sudah khawatir karena atmosfer tiba-tiba berubah. Riona juga sepertinya sudah kehilangan kesabaran. Padahal, Jiandra sebelumnya tidak terlalu peduli. Sama seperti yang dikatakan Riona, mereka hanya menikah diatas kertas.

Tapi kenapa Jiandra seperti ini?

"Bang, menurut gue lo udah keterlaluan." Jiandra mengangkat tangannya, menyuruh Hansa untuk tidak ikut campur.

"Lo bajingan paling gila yang pernah gue temuin, Jiandra Raskan. Demi tuhan, ucapan lo nyakitin gue. Gue dan Hansa nggak ada apa-apa, kita cuma bahas pelajaran."

"Pelajaran? Dalam posisi yang bahkan Hansa bisa cium lo kapanpun?"

"Pelajaran? Dalam posisi yang bahkan Hansa bisa cium lo kapanpun?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Riona tersenyum kesal. Lalu disaat tali logikanya putus, dia memberi satu bogeman di wajah Jiandra. Napas Riona memburu, wajahnya memerah menahan amarah.

"Brengsek lo, Jiandra. Jangan harap lo bakal tenang dirumah!" Riona menarik tangan Hansa untuk segera pergi dari sana.

Meninggalkan Jiandra yang kini terduduk dibawah sambil menunduk. Entah karena bogeman Riona, ia berhasil mendapatkan kembali akal sehatnya.

"Apa yang udah gue lakuin?"

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

PANGLIMA JIANDRA • park jihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang