Chapter 2

90.1K 3.9K 324
                                    

Memarkirkan mobilnya di tepi jembatan raksasa, Lucien berbaring pada semen di pinggir jembatan itu.

Satu tangan kekarnya ia gunakan sebagai bantalan.

Sebotol alkohol tertelak di samping Lucien.

Ia jepit pula sebatang roko di antara jari manis dan jari tengahnya.

Sesekali ia isap lalu asapnya ia embuskan tinggi ke udara.

Suasana malam Washington sama saja seperti pada kota-kota besar lainnya. Di pukul dua malam pun masih ramai, masih banyak pula kendaraan yang berlalu-lalang.

Lucien menyentak satu kakinya lalu ia bangkit duduk. Berbalik, pria itu lantas menghadap langsung ke tengah-tengah laut yang membentang luas.

Manik blacknya terlihat sayu teduh. Ia hirup dalam-dalam aroma laut yang menenangkan.

Menenggak minumannya. Lucien menekuk satu lutut dan ia taruh lengan kirinya di atas lutut seraya memegang botol alkohol tadi.

Pria itu menyesap rokoknya dan menenggak lagi minumannya sampai tandas. Ia lempar, menghantam botol kaca itu ke tepi jembatan sampai pecah hancur.

Lucien mengutik puntung rokoknya menjauh. Bangkit berdiri, melangkah lebar menuju mobil sembari melepas jaket yang ia kenakan.

Membuka pintu mobil lalu ia lempar jaketnya ke jok di sebelah. Masuklah pria itu ke dalam mobil, menutup pintu, menurunkan kaca di samping kemudian memainkan gas mobilnya berkali-kali.

Garang ganas, galak suara mesin mobil Lucien. Melaju kencang membelah tengah-tengah jembatan pun jalanan malam kota Washington.

Segalak pemiliknya, mobil itu menyalip malas tahu semua kendaraan. Melewati lampu merah lalu menerobos masuk ke sela-sela kendaraan lain.

Jika itu kita, mungkin saja kita akan mengurangi laju mobil ketika melihat beberapa orang polisi tengah berkumpul di tepi jalan besar utama.

Akan tetapi, karena ini Lucien Ripper Scott, ia justru memainkan persnelingnya cepat licah pun cekatan.

Seketika menginjak kandas gas mobilnya yang telah ia modifikasi dan utak-atik itu. Kendaraan tua mahal dengan mesin gila liarnya.

Seperti angin, kilat sepintas Lucien dan mobilnya melewati para polisi yang otomatis kompak melengos cepat.

Bahkan seorang polisi yang ingin membakar rokok pun tidak jadi karena api di koreknya kontan padam.

Ngeri. Melengking, menjerit ganas suara mesin mobil Lucien di sepanjang jalan. Masih dapat terdengar jelas bahkan di jarak tiga ratus meter.

Para polisi saling melempar pandang, datar saling melihat kemudian mereka memutar bola mata.

"Siap-siap saja. Sepertinya kita akan kembali menangani lagi kasus anak itu besok atau lusa," kata seorang polisi.

"Aku bosan. Kalian saja. Tidak ada gunanya menangani kasus Lucien. Trah Scott tetaplah trah Scott. Mereka memiliki kuasa besar di mana-mana," urai polisi yang lain.

"Terlebih dia yang statusnya merupakan Pangeran sulung trah Scott. Setelah Felix Scott meninggal, Ical Xinlaire Scott resmi menjadi pemimpin trah mengerikan itu. Jadi, tidak ada gunanya kita menentang seorang Pangeran. Anak dari Raja killer rose."

"Lucien yang terbutral. Wanita saja dia pukuli sampai lima hari koma, apa kabar dengan yang lain?"

Semua polisi di sana terkekeh. Menggeleng-gelengkan kepala, selalu saja tidak habis pikir tiap kali mereka membahas pria garang tersebut.

"Tidak heran. Ayah dan ibunya pun mengerikan. Darah trah Scott mengalir deras di dalamnya. Dia benar-benar perpaduan kental antara Ical dan Felix. Kuharap istrinya kelak tidak mati mentah di tangannya sendiri."

RUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang