Chapter 31

38.5K 2.8K 172
                                    

Sulit banget yaa nembus 700 vote wkwk it's okay gpp. Happy reading!

****

Masih beranikah hujan melanda ketika sang surya bersikukuh hendak terbit? Sepertinya tidak, hujan dan badai telah mendapati bagian mereka dan mereka pun menyadari tidaklah selamanya penguasa siang—matahari—akan membiarkan mereka terus-menerus menghalanginya.

Satu minggu berlalu dan ketegangan kini telah meredam. Ical memaksa sang sahabat Kody Aryan agar mau tinggal lebih lama dulu bersama mereka di mansion. Melepas rindu sekaligus membahas semua yang telah dilalui selama ini seturut janji terucap.

Pun memperjelas bagaimana hubungan Lucien dan Cutter sebab mereka tahu segala sesuatu aktifitas orang dewasa telah terjadi pada kedua orang itu. Mereka sepasang kekasih, dan menyadari betapa bajingannya semua pria yang lahir di trah mereka, Ical sangat yakin jika Lucien telah membuat Cutter sejebol-jebol mungkin.

Pada halaman samping mansion seluruhnya berkumpul di sana. Mengelilingi meja kayu bundar besar dan bercat coklat beralaskan taplak tipis berwarna putih, meja itu diisi oleh banyaknya menu-menu sarapan sehat lezat juga minuman-minuman seperti jus, teh dan kopi, lalu di tengahnya terdapat satu vas bunga cantik.

Semuanya ada di sana; Ical, Kody, Isaac, Nora, Helen juga Cutter. Kecuali Lucien yang tadi pergi sejenak mengendarai mobil setannya. Dari pagi Cutter pun belum sempat bertemu lelaki itu—tidak, lebih tepatnya dari semalam.

Sambil menggigit roti lapis di mulut, Isaac berjalan menuju ring basket di dekat situ lalu memantul-mantulkan bola basketnya seraya mengunyah santai.

Begitu suara mesin mobil Lucien terdengar memasuki halaman mansion, semua orang kompak menoleh lalu melihat Lucien dari posisi masing-masing. Dan yang amat terpesona ialah Cutter. Ia mengulum bibir sebagai upayanya menahan senyum.

Ical menangkap reaksi Cutter, tersenyum sudah Pemimpin Pentagon itu. Mau bagaimana lagi? Semua lelaki yang lahir di trah mereka memang memiliki daya tarik pun karismatik yang kuat memesona. Terlebih Lucien yang jelas-jelas seorang Navy SEAL, jantan keren pria itu selalu terlihat di setiap waktunya.

Dari mobilnya Lucien menderap menuju ke semua orang. Satu tangannya terselip pada kantung celana kargo yang ia kenakan agak melorot hingga karet boxernya sedikit tampak. Memakai pula kupluk berwarna hitam dan tanpa baju atasan—bertelanjang dada—seraya memutar-mutari kunci mobilnya di jari hendak mendekat.

"Bro," panggil Isaac. Dia melempar bola basket di tangannya kepada Lucien, refleks Lucien menangkap cepat sebelum mengenai wajahnya.

Lucien kemudian memantul-mantulkan benda bulat itu di bawah, membawari lari cepat, berputar lincar menghindari Isaac yang hendak merebut lalu melompat tinggi memasukkan bola basket ke dalam ring sekaligus ia ikut bergantung di sana naik turun beberapa kali.

"Sok keren," celetuk Helen, menyoraki Lucien hingga semua di sana terkekeh gemas. Begitulah hubungan kakak dan adik, sangat susah untuk mengakui jika saudara atau sedari mereka memang sangat keren.

Lucien menghampiri, menjitak kepala Helen lalu duduk di sebelah Cutter. Membuka lebar kedua kakinya, mengangkang ala pria lalu posisi duduk Lucien agak merosot ke bawah hingga perut keras dan pinggang rampingnya tertekuk ke dalam.

"Pakai," celetuk Lucien. Meraih tangan Cutter lalu menyematkan sebuah cincin indah di jari manis perempuan itu dengan seketika pun sangat tiba-tiba.

Tercengang kaget, terbelalak semua orang di sana termasuk Cutter sendiri. Apa-apaan ini? Beginikah cara seorang Navy SEAL melamar wanitanya?

"M—maksudnya? Cincin apa ini?" tanya Cutter tergagap.

"Tunangan," jawab Lucien singkat. Meneguk kopi pada gelas kaca cantik.

RUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang