Chapter 8

55K 2.6K 255
                                    

"LUCIEN!"

Bentakan besar dan amat tegas itu berdengung di seluruh sisi ruang tamu. Berasal dari mulut sang pemimpin Pentagon yang tengah berdiri atas anak tangga.

Menghentikan langkah lebar Lucien dan lelaki itu bergeming datar.

Ical menuruni anak tangga. Masih lengkap ia berbalut oleh seragam kebesarannya yang terhormat, penuh wibawa juga disegani di seluruh dunia militer Amerika Serikat.

"Bisakah kau dengarkan saja sedikit perkataanku? Aku ini Ayahmu, Lucien. Bukan orang asing yang harus selalu kau acuhkan dan kau malas tahu dengan semua ucapanku," papar Ical.

Menghampiri Lucien di bawah lalu berdiri tepat di belakang putranya.

"Mau jadi apa kau sebenarnya? Apa gunanya kau berkuliah sampai ke strata dua jikalau kau seperti ini? Apa maumu?" Ical melotot. Rasa-rasa kesabarannya mulai habis untuk menghadapi Lucien.

Isaac dan Helen mendekat namun masih tetap menjaga jarak. Tegang namun sendu mereka menatap Lucien yang tetap bergeming, menundukkan kepala tetapi kedua tangannya terkepal kuat.

"Jawab aku. Apa maumu? Apa tujuan hidupmu? Jawab!"

Satu bogem mentah mendarat di rahang kiri Lucien. Ical menghantam kuat lelaki itu dan hampir tersungkur namun Lucien menguatkan pijakannya di lantai.

"Ayah, Ayah hentikan." Isaac hendak lebih dekat tapi Ical lalu membuka telapak tangan bersarung tangannya itu hingga langkah Isaac spontan terjeda.

"Biarkan aku memukulnya. Lelaki tidak berguna sepertinya ini memang harus dikerasi agar dia dapat memikirkan masa depannya sendiri," tandas Ical.

Lelah sudah ia menghadapi Lucien. Tidak pernah ada habis-habisnya membuat masalah, kekacauan pun pelanggaran.

"Dia akan lebih tak acuh lagi jika Ayah seperti itu. Bicarakan saja baik-baik, Ayah," lontar Helen dari posisinya.

Nora pun datang. Cukup kaget mendengar bentakan-bentakan Ical yang kembali memenuhi mansion megah mereka.

"Kau memang tidak berguna. Masa berkuliahmu pun tidak kau pergunakan dengan baik. Selalu saja membolos, absen di setiap minggunya, tidak memiliki prestasi apa pun selain cap kekacauan yang kau perbuat," bentak Ical lagi.

"Ical!" Nora pun membentak suaminya. Sebagai seorang ibu, Nora tetaplah tidak tega melihat putra sulungnya direndahkan oleh sang ayah sendiri.

"Jaga bicaramu. Dia bukan anak kecil," tandas Nora melotot. Berdiri ia di tengah-tengah Lucien dan Ical.

"Justru itu. Justru itu, Nora. Justru itu biarkan aku bicara padanya sebagai sesama orang dewasa. Biarkan aku bertanya apa maunya," cecar Ical. Ia bentak serta istrinya di depan ketiga anak-anaknya yang sampai membisu.

"Aku pergi," celetuk Lucien. Ketika ia hendak melangkah, Ical mengayun tangan kekarnya dan menghantam dada belakang Lucien sampai lelaki itu terjatuh.

Benar-benar terjatuh, tersungkur Lucien di lantai lalu keningnya menghantam tepi meja kaca yang berada di dekat situ.

Pecah sudah kening Lucien. Mengeluarkan banyak darah dan kini membanjiri wajahnya.

"ICAL!" Nora berteriak. Gemetar menutup mulutnya kemudian luruh sudah air mata perempuan itu.

Isaac berteriak besar. Sesegera mungkin menghampiri Lucien, membantu Lucien bangkit berdiri dan lingkar matanya pun memerah.

Di sana Helen membekap mulutnya. Matanya memburam panas, berlari dan langsung ia peluk Lucien.

Isaac pun memeluk Lucien, mereka memeluk sang kakak tertua yang selalu menjadi tameng terkokoh bagi mereka. Tegas galak namun begitu menyayangi mereka. Menjaga sepenuh hati, mengasihi dan selalu mengedepankan kedua adiknya.

RUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang