10. Semakin Dekat

1.2K 63 0
                                    


Semua yang ada pada pagi akan selalu identik dengan fajar, bagaimana dari ufuk timur matahari mulai naik dengan tegas. Warna kekuningan serta kepak burung yang terbang mencari nafkah akan selalu jadi hal pertama yang jelas Rakala tangkap.

Membuka mata pertama kali tapi Ayah yang seingatnya ikut tidur di sampingnya sudah tidak ada.

Akhir-akhir ini memang suka berangkat awal. Jadi saat masa-masa awal Ayah bekerja, tepat pada waktu yang tidak sesibuk sekarang masih bisa mengantarkannya ke sekolah.

Beranjak dari kasur yang terus memanggil untuk tetap tinggal. Masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Tok... tok...

"Raka."

"Iya, Bun!"

"Kamu mandi di dalam?"

"Iya!"

"Kok di sini mandinya?" tanya Bunda. Pantas saja dari tadi menunggu Rakala tapi tidak kunjung turun. Malah mandi di tempat terlarang.

"Nggak papa Bun, hati-hati kok!" teriak Rakala, takut Bundanya tidak dengar karena riuh suara guyuran air dari shower.

Hanya menghela nafas, Bunda lalu beranjak membereskan kasur Rakala yang masih berantakan.

Melipat selimut serta membenahkan kembali bantal pada tempatnya.

Lantas aktivitas Bunda terhenti saat tangannya tak sengaja menyentuh sesuatu.

"Kenapa ini ada di sini?" tanyanya.

Melihat inhaler Rakala berada tidak pada tempatnya, apa anak itu kambuh lagi semalam?

Dan bisa-bisanya ia tidak tau.

Ceklek

Pintu kamar mandi yang terbuka bersama bau semerbak usai Rakala mandi mengalihkan atensi Bunda pada anak bungsunya itu.

Tersenyum penuh lalu luntur begitu saja saat Rakala lihat apa yang sekarang Bundanya genggam.

"Bun."

"Kamu kambuh tadi malam?" tanya Bunda.

Kelu sekedar berucap, Rakala mendekat ke arah Bunda dengan senyum khas yang kembali tersemat.

"I-iya, tapi nggak papa kok. Ada Ayah." Ujar Rakala, sedikit takut kalau wanita yang paling ia sayangi di depannya kini marah.

Hela nafas panjang mengudara bersama atmosfer yang seketika langsung berubah. Bunda bawa daksa Rakala untuk ikut duduk di atas kasur.

"Kenapa nggak panggil Bunda?"

Bingung ingin menjawab apa, Rakala hanya menunduk dengan bibir ranum terkatup rapat.

Bunda usap rambut basah tersebut sepelan mungkin membawa wajah tampan mirip anak sulungnya itu mendongak, bersitatap dengan manik seindah purnama.

"Bunda pernah kasih tau Raka kan, mau setakut apapun Raka buat Bunda khawatir tapi kamu harus tetap kasih tau kalau kambuh atau apapun itu." Ujar Bunda.

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang