Siang sepulang sekolah dijadikan ajang jalan berdua bersama Anindita oleh Rakala. Jalan menikmati siang yang tidak terlalu panas di sekitar alun-alun kota. Banyak juga yang berkunjung, sekedar duduk lesehan bersama orang terdekat mereka di hamparan rumput Jepang depan masjid raya.
Suasana seperti ini memang lagi enak-enaknya dijadikan healing melepas penat usai menulis, membaca ataupun hal lain tentang sekolah.
Ke sini membuat wajah Rakala sedikit murung, pasalnya ia yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama selalu diajak ke sini oleh Tian.
Jadi sudah sepantasnya memulai kembali rindu saat bayang ia yang mengejar sang kakak terlintas kembali.
"Duduk dulu, Ra." Ujar Anindita. Menunjuk salah satu spot paling asik untuk duduk lesehan.
"Kenapa?" usai mendudukkan bokongnya di rumput Jepang yang sedikit menusuk-nusuk, Anindita bertanya.
Melihat wajah murung sahabatnya ini pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan.
"Nggak papa."
Kata laknat itu lagi yang keluar setiap orang lain bertanya kenapa, kepada Rakala.
Tipikal seperti inilah yang kadang sulit mengekspresikan diri dengan baik. Mau cerita tapi takut tidak bisa dimengerti, nggak mau cerita tapi capek memendam.
Dengan hela nafas gusar Anindita usap punggung yang lumayan kehilangan bobot di dekatnya, mungkin karena pengaruh penyakit asma yang sering kambuh jadi ikut memengaruhi berat badan Rakala.
"Kalau ada sesuatu cerita ya, Ra. Kamu masih punya banyak orang yang peduli kok." Ujar Anindita, masih dengan suara lembut yang selalu jadi candu bagi kaum adam. Termasuk Rakala sendiri.
"Takut aja Ta, kalau orang yang aku ceritain nggak bakalan ngerti. Alasan lain juga pasti mereka punya banyak masalah bukan cuman aku, jadi gelisah kalau masalahku dianggap sepele." Jelas Rakala.
Dengan seutas senyum yang terhias menjadi cahaya di tengah bayangan redup pohon yang menaungi.
Melihat senyum Anindita selalu saja membuat Rakala nyaman.
"Semua orang punya porsi masalah mereka masing-masing Raka. Jadi sudah sepantasnya sama-sama menghargai masalah orang lain tampa menyepelekan."
"Jadi apapun itu, kamu bisa ceritanya ke aku, kalau takut orang lain tidak mau mendengar."
Perkataan Anindita yang mengalun, masuk ke telinga Rakala menjadi satu melodi yang.... ahh sulit didefinisikan.
Bagaimana bisa ada perempuan yang sebijak ini. Dan Rakala adalah laki-laki yang paling beruntung bisa bertemu dengan Anindita Atma.
"Lurusin kakinya." Ucap Rakala, setelah hening beberapa saat singgah.
Menatap bingung ke arah Rakala, Anindita hanya menurut. Meluruskan kaki di tengah rumput Jepang yang menusuk.
Lalu setelahnya jaket denim milik Rakala ia tutupkan pada kaki jenjang Anindita, karena memakai rok pendek jadi cukup terekspos.
"Kok ditutup?"
"Biar nggak ada mata keranjang yang liat."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKALA BASWARA
Fanfic"Bang. Paris lebih berarti ya daripada gue?" "..." "Lo nggak pernah pulang soalnya, hehe, pulang ya? Besok gue ulang tahun." -SUDAH SELESAI- ~Mulai, 26/08/22 ~Akhir, 07/09/22 ©RAKALA BASWARA | 2022