17. Kenangan Dari Locronan

662 58 0
                                    


Usai berbelanja yang baru sebagian dari catatan, Bunda melirik ke arah Tian yang kini melirik ke arah Rakala terus-menerus.

Tersenyum lalu menghela nafas, lantas Bunda menghentikan langkahnya sejenak.

Tian serta Rakala yang menunduk pun turut berhenti.

"Raka istirahat di luar dulu ya sama Abang." Ucap Bunda sembari mengelus puncak kepala yang lumayan lepek.

Tidak tega melihat sang anak dengan wajah yang sedikit pucat.

"Tian jaga adiknya dulu ya, biar Bunda yang lanjutin belanja."

"Bisa, Bun?"

"Bisa, tinggal dikit lagi. Kasihan adik kamu udah kecapean tuh."

"Ya udah Tian tunggu di dekat sini aja ya." Yang langsung diangguki oleh Bunda.

Rakala yang masih bungkam hanya menurut saat pundaknya dirangkul oleh Tian keluar meninggalkan pusat perbelanjaan.

Berjalan ke taman yang tidak jauh dari tempat Bunda belanja, duduk di bangku taman yang panjang.

Menatap ke arah banyaknya anak kecil yang sedang bermain.

"Capek?" tanya Tian, sedari tadi cukup khawatir karena Rakala banyak diamnya.

"Lumayan."

"Kan tadi udah dibilangin nggak usah ikut."

Rakala yang bersandar di bahu Tian dengan mata memejam mampu membuat Tian tidak tega. Mengusap pelupuk adiknya yang berkeringat.

Lantas tampa aba-aba mengusap bagian dada Rakala yang mampu membuat sang empu membuka mata.

"Di sini sakit?" yang dibalas gelengan oleh Rakala.

Rasanya tidak akan pernah mampu dibayangkan oleh Tian jika detak yang masih terasa ini berhenti berdetak untuk pemiliknya sewaktu-waktu.

Masih banyak hal yang ingin ia lakukan bersama sang adik, mengulangi masa lalu tampa hadirnya.

Mengganti masa yang ia lewati bersama Rakala.

"Bang." Panggil Rakala.

"Hmm?"

Menatap obsidian yang mirip dengannya, Rakala menghela nafas sesaat.

"Raka sayang sama Abang." Ucapnya, senyum yang terpatri di wajah pucat itu jadi hal yang tak ingin dilihat oleh Tian. Air mata yang luruh segera ia hapus.

"Kok nangis?"

"Ini air mata bahagia, Raka nggak pernah bayangin masih bisa ketemu sama Abang. Udah pasrah kalau emang Abang mau menetap di sana dan nggak akan kembali ke Raka lagi." Lirih suara itu mengalun mampu membuat Tian bungkam.

Hanya diam mendengarkan setiap kata yang terucap.

"Sekarang cuman minta waktu sama yang di Atas, semoga masih dikasih kesempatan sedikit lebih lama untuk ngabisin waktu dengan orang yang Raka sayang."

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang