11. The Lodge Maribaya

825 53 0
                                    


Di halte kini Anindita menunggu jemputan. Seperti biasa sambil melihat hiruk-pikuk kota Bandung yang selalu padat kendaraan.

Di tengah siang yang mulai beranjak sore kini suara klakson motor yang tidak asing mengudara.

Mengalihkan atensi Anindita pada motor scoo** hitam yang ada di depannya. Sang pengemudi yang menyipit di balik helm tersebut selalu jadi candu bagi Anindita. Mata sipit saat tersenyum tampak begitu menggemaskan.

"Belum pulang?" tanya Rakala yang mulai duduk di sampingnya.

"Iya, tunggu Ayah."

"Sama aku aja, udah sore ini. Nanti kalau diculik gimana?" ujar Rakala, menakut-nakuti.

Yang dibicariin seperti itu hanya terkekeh sebentar, tampang seperti Rakala tidak cocok saat menakuti seseorang. Malah yang lihat jadi gemas sendiri.

"Kalau yang di depanku ini penculiknya gimana?" ucap Anindita, mendekatkan wajahnya pada Rakala.

Mundur sedikit dengan jantung berdetak tidak pada ritmenya, Rakala termangu. Bukan karena apa yang diucapkan Anindita melainkan melihat wajah Anindita sedekat ini seperti dibawa melayang.

"Bukan muhrim, Ta." Celetuk Rakala.

Sadar dengan apa yang ia lakukan, lantas menjauh dari muka Rakala yang menyebalkan.

"Terus?"

"Apanya?" tanya Rakala bingung sendiri. Nih anak nggak kesurupan penunggu halte kan?

"Lo ngapain ke sini?"

"Kan tadi udah dibilangin, mau ngantar kamu pulang." Dengus Rakala.

"Ohhhh."

"Gitu doang?"

"Ya emang harus apa?"

Sumpah ini cewek nggak ada peka-pekanya.

Lama menunggu sampai suara telfon milik Anindita memecah keheningan di antara keduanya.

Menunggu beberapa saat sampai panggilan disudahi, lalu Anindita menoleh kepada Rakala di samping.

Menatap dengan pandangan minta dikasihani.

"Ada maunya nih pasti."

"Hehe, Ayah nggak bisa jemput, Ra. Nebeng ya." Ucap Anindita, lengkap dengan cengiran yang terlihat lucu di mata Rakala.

"Kan apa gue bilang. Ya udah yuk, keburu magrib."

Lalu melangkah ke arah motor Rakala yang diparkir di depan halte.

"Raka, nanti singgah di toko depan itu ya."

"Mau ngapain?"

"Kencing." Celetuk Anindita membuat ranum di depannya terkekeh kembali. Tawa dengan suara paling candu menurut Anindita.

"Ya belanjalah, tadi ditelfon Bunda minta dibeliin minyak." Ujar Anindita memperjelas.

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang