Pulang dari sekolah sampai beranjak sore kini yang dilakukan Anindita hanyalah melamun di atas kasur, ponsel yang menyala tampak mv ridin dari ensiti terputar.
Niat streaming malah kejadian saat ia tembus di sekolah kembali melintas. Menerawang kembali saat Rakala bertanya di pintu toilet yang tertutup, ingin dibelikan pembalut baru atau tidak.
"Ihhhh! Malu banget, gimana caranya kalau ketemu biar nggak canggung?!" gerutunya, menghempaskan tubuh begitu saja pada kasur yang ikut tenggelam.
Sampai habis mv terputar lalu dilanjut mv yet to come dari bities, ia hanya terpatut pada bayang Rakala saat menuntunnya ke toilet.
Masuk juga ke toilet perempuan tampa peduli apa yang murid lain katakan.
"Lo kok gitu sih, Ra?" monolognya, bertanya pada langit-langit kamar yang hanya membisu.
Waktu yang semakin beranjak ke penghujung hari hanya dilewati dengan goleran di atas kasur oleh Anindita.
Perasaan semu alias mengambang miliknya, benar-benar sulit dihilangkan. Ingin membalas menggenggam Rakala tapi masih ada ragu.
Terlalu takut memulai kembali hubungan percintaan saat trauma pada masa lalu masih ada.
Percaya pada laki-laki lain ternyata sesulit itu, pernah dikecewakan setelah diratukan jadi salah satu problem Anindita sampai sekarang menutup hati.
Takut sih Rakala juga begitu, tapi kenapa ada yang berbeda?
Tatap yang berbeda dari laki-laki lain, seakan banyaknya lampu lain yang mati hanya Rakala yang hidup, banyak warna hitam hanya Rakala yang merah. Yang artinya hanya Rakala yang paling mencolok dan berbeda dari laki-laki lain.
"Jangan kasih gue harapan doang Raka, kalau pada akhirnya gue bukan pilihan lo." Ucapnya. Saat kata-kata Rakala yang ingin menjadi calon imamnya terlintas lagi.
Anindita tau itu pasti hanyalah sebuah candaan yang lewat begitu saja lalu dilupa esok hari. Tapi, jika yang mengucapkan itu adalah Rakala, agak lain.
"Bisa gue mulai semua ini sama lo Ra?"
Ragu? Pasti. Semua yang pernah dikecewakan soal percintaan pasti merasa takut untuk kembali memulai. Menerima yang baru tampa memikirkan trauma dengan yang lama.
"Lo salah satu rumah buat gue Raka. Begitu juga Kara, Aksa. Tapi, kenapa sama lo doang yang buat gue yakin kalau lo beda?" masih berucap dengan nada lirih pada langit-langit kamar dengan lampu temaram.
Satu kata untuk menggambarkan perasaan Anindita terhadap Rakala.
Semu.
Seperti roti tawar yang berada di atas air, mengambang. Tapi, lama-kelamaan akan tenggelam usai kebasahan.
Mau dibilang suka juga tapi tidak ingin terlalu mematut diri bahwa Rakala punya perasaan yang sama, serta mau dibilang tidak suka pun dianya nyaman di dekat Rakala.
Rumit.
Hubungan macam apa ini?
"Kayak gini nih, hubungan yang sulit. Naruh harapan sama orang yang nggak pasti ditambah lagi takut kalau orang baru nggak ada bedanya sama orang lama." —Anindita Atma 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKALA BASWARA
Fiksi Penggemar"Bang. Paris lebih berarti ya daripada gue?" "..." "Lo nggak pernah pulang soalnya, hehe, pulang ya? Besok gue ulang tahun." -SUDAH SELESAI- ~Mulai, 26/08/22 ~Akhir, 07/09/22 ©RAKALA BASWARA | 2022