18. Biologi Dan Paris

785 52 0
                                    


Di tengah jam belajar yang berlangsung, kedua netra tidak habis saling menatap. Pelajaran paling favorit bagi Anindita, yang ia lewatkan demi menatap binar yang mampu membuat tenang hadir.

Penjelasan tentang anatomi di atas yang selalu jadi candu untuk Anindita sekarang kalah candu dari senyum Rakala.

"Sa." Panggil Kara di depan, melirik ke arah belakang yang langsung disuguhkan pemandangan miris bagi jomblo sepertinya.

"Apaan?"

"Tuh lihat." Ujar Kara, Aksa yang nurut-nurut saja membawa pandangnya ke belakang mengikuti Kara.

"Emang kenapa sih, wajarlah mereka kan pacaran."

"Hah? Tau dari mana lo?"

"Emang dasarnya nggak peka lo ya, yang kemarin-kemarin gejala mereka berdua emang bukan pacaran namanya?" dengus Aksa, tidak tau temannya ini nggak peka atau otaknya yang berjalan lambat.

"Kan bisa aja mereka cuman deket, bukan pacaran." Sanggah Kara, masih tidak percaya.

"Terserah lo dah Akar."

"Kara!!" lantas setelah suara menggelegar milik Kara menggelegar, guru Biologi yang menjelaskan materi di atas berbalik ke belakang.

"Kenapa Kara?" tanyanya, yang mampu membuat mulut yang tadi berteriak bungkam.

Aksa yang ada di sebelahnya hanya terkekeh melihat wajah Kara yang sudah panas dingin.

"E-ehm nggak papa, Bu." Ucapnya pelan.

Guru biologi kesayangan Anindita tersebut hanya mengangguk lalu kembali menjelaskan mata pelajaran.

"Makanya jangan petakilan, Ka." Kekeh Aksa.

"Diem lo!"

Meninggalkan sejenak keributan mereka berdua, sekarang beralih pada Rakala yang masih menatap lekat wajah Anindita dari samping.

Bagaimana garis wajah yang sempurna terbentuk, pipi bulat yang menggemaskan, serta tangan yang sibuk mencatat apa yang ditulis di atas sana.

Sedikit pun dari Anindita, wanita yang telah ia miliki tidak akan Rakala lewatkan keindahannya.

Anindita indah seperti mawar, polos seperti bunga daisy, serta hangat seperti bunga matahari.

"Jangan pernah berubah ya, Ta." Gumam Rakala tampa sadar, suara yang memang ia pelankan hanya mampu didengar oleh diri sendiri.

"Kamu akan jadi satu dan lebih dari segalanya bagi saya Anindita."

"Tapi, kalau nanti tidak diizinkan bersama jangan bersedih, kita akan kembali bersama di lain waktu."

.

"Suka ya sekarang di sini?" ujar Anindita pada Rakala yang menyenderkan kepala di bahunya. Tepat saat bel istirahat berbunyi keduanya langsung kemari. Taman belakang sekolah yang jarang dijamah oleh murid lain.

"Iya, suka apalagi kalau kamu yang nemenin."

"Mulai deh gombal."

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang