Keluarga

1K 73 2
                                    

Bocah laki-laki berusia 12 tahun itu tampak duduk menyendiri di kafetaria. Tak mengindahkan panggilan beberapa temannya yang mengajaknya untuk duduk bersama menikmati makan siang mereka. Bekal makan siang yang ia bawa dari rumah hanya ia aduk-aduk tanpa ada niatan untuk memasukkannya kemulut barang sesuap. Baru kali ini ia merasa tak berselera dengan bekalnya,sebenarnya kafetaria sekolahnya menyediakan berbagai makanan lezat serta sehat yang dibuat oleh seorang koki serta ahli gizi yang bersertifikat. Namun baginya bukan tak mampu membelinya,hanya masalah selera saja.

Biasanya ia akan dengan lahap memakan bekalnya hingga bersih tak tersisa,namun pikirannya kali ini tengah kalut sehingga membuatnya tak nafsu makan.

"Phoenix"

Seseorang memanggil namanya lembut.Si pemilik nama memalingkan wajahnya kearah sumber panggilan dan menemukan wali muridnya tengah berdiri disamping bangkunya.

"Boleh ikut bergabung makan siang?" setelah mendapat anggukan dan senyum kecil dari sang lawan bicara,ibu guru segera mendudukkan dirinya disebelah Phoenix.

"Kenapa duduk sendirian?kau ada masalah dengan temanmu?" tanya ibu guru dengan lembut,ia sudah mengamati phoenix 3 hari ini yang lebih sering terlihat murung dari biasanya dan memilih melakukan apapun sendirian.

Sebagai wali kelasnya ia tidak mau muridnya memiliki masalah,yang ia takutkan jika Phoenix mendapatkan perundungan dari teman-temannya.

"Tidak ada bu,aku hanya ingin sendiri saja belakangan ini " jawab Phoenix dengan senyum kecil.

"Sungguh?jika kau ada masalah ceritakan pada ibu "

Phoenix kukuh menggeleng. "Terima kasih sebelumnya atas perhatian ibu,tapi sungguh aku tidak ada masalah dengan temanku"

Ucapan Phoenix seakan memiliki makna lain,bahwa ia akan menyelesaikan masalah ini sendiri,jadi ibu guru sudah tak memaksa Phoenix untuk mengutarakan masalahnya lagi,ia percaya pada murid terpandai di angkatannya ini.

. . .

Deretan mobil mewah dengan berbagai merk bergantian memasuki area penjemputan disekolah bertaraf internasional itu. Satu demi satu para pewaris muda itu memasuki mobil mereka dan meninggalkan lingkungan sekolah yang sebagian besar dilanjut ke tempat bimbingan belajar hingga malam. Beruntung Phoenix tidak mengalaminya,bagaimana bisa waktu bermain anak-anak direnggut seperti itu hanya karena embel-embel mereka kelak akan mewarisi seluruh aset keluarga sehingga harus dibina mulai sekarang.

Orang tua Phoenix pun memiliki segudang aset yang mereka kelola diberbagai bidang,namun mereka tidak pernah memaksanya untuk mempelajari semua itu. Mereka membebaskannya melakukan apapun yang ia mau asal,masih dalam taraf wajar dan tidak merugikan siapapun. Bersekolah dari jam 8 pagi hingga 3 sore saja sudah menguras energinya.

Seseorang berpakaian formal membuka pintu mobil untuknya sedikit menunduk saat Phoenix melewatinya dan memasuki mobil.

Sopir mengurangi kecepatannya saat mobil memasuki pekarangan sebuah rumah terlewat mewah hingga sering dikira sebuah hotel oleh orang awam. Beberapa mobil berjejer disepanjang jalan menuju pintu utama. Raut Phoenix berubah cerah saat melihat mobil yang tak asing untuknya. Saking semangatnya bahkan sebelum mobil benar-benar berhenti ia sudah membuka pintu mobil membuat para pengawalnya berteriak histeris yang hanya dibalas seruan maaf oleh Phoenix.

Mengacuhkan sambutan para pelayan dan pengawal disana,ia segera berlari menuju lift dan menekan tombol lantai 3,kakinya tak berhenti menghentak tak sabar selama berada didalam lift,saat lift mengeluarkan bunyi 'Tring" dan pintu terbuka,ia kembali berlari dan langsung masuk keruangan paling besar disana.

"Daddy ! Papa ! " teriaknya penuh semangat.

"Oh oh oh anak Papa sudah pulang "

"Porsche dia juga anakku bukan hanya anakmu "

KinnPorscheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang