3. IT'S OK!

474 43 10
                                    

***
🌵

Pemandangan pertama yang Danny lihat begitu dia berhasil membuka mata adalah jendela kaca yang tinggi dengan tirai putih transparan yang terus bergoyang karena tiupan angin. Sinar matahari menelisik masuk, membuat ruangan bercat putih itu begitu terang. Danny bisa merasakan bajunya sedikit lembab, mungkin karena produksi keringat di tubuhnya yang cukup banyak.

"Selamat siang Danny, bagaimana kabarmu hari ini?" Pria paruh baya dengan jubah putihnya mulai menyentuh tubuhnya. Menekan dadanya dengan stetoskop lalu beralih , meraba kening dan lehernya sebentar.

"Demammu lumayan turun, tapi kau masih harus banyak istirahat." Cerocos pria itu meski pertanyaan awal yang dia lontarkan belum Danny jawab.

"Setelah ini cobalah untuk makan walau sedikit, obatmu aku taruh di sini." Kata pria itu lagi.

Seorang ners yang baru masuk ruang inap Danny meletakkan nampan dengan beberapa mangkuk berisi makanan di atasnya. Diliriknya beberapa butir obat yang sudah tertata rapi di dekatnya.

"Dok.. Akh.hh.."

"Mau ke mana heum? Minta bantuan ners jika kau butuh sesuatu." Pria paruh baya yang sudah pasti adalah seorang dokter itu membantu Danny duduk dengan bersandar beberapa bantal di belakang punggung dan kepalanya.

"Mau ke kamar mandi." Danny menyibakkan selimutnya. Dia terkejut mendapati kaki kanannya yang terbungkus gips tebal dengan sebuah penyangga di bawahnya.

"Jangan banyak bergerak. Luka di kakimu cukup parah. Oh ya? Aku ingin tau, sejak kapan kau mulai tidak memperhatikan pola makanmu humm? Untung saja kau segera mendapatkan pertolongan, jika tidak," Dokter paruh baya itu menjeda kalimatnya. "Aku tidak tau akan terjadi apa."

"Dokter, aku ingin ke kamar mandi, bisakah anda membantuku?" Tanya Danny. Persetan dengan urusan pola makan, yang dia butuhkan sekarang hanyalah kamar mandi. Dia harus segera pergi ke sana sekarang juga.

"Tentu."

"Biar aku saja." Danny menoleh ke arah suara. Pintu kamar inapnya tadi memang dibiarkan terbuka, hingga mereka tak sadar sudah ada kakak Danny berdiri acuh di sana.

"Juan, tolong bantu pegang tiang infusnya." Perawat laki-laki itu lantas menjalankan perintah Noel dengan patuh. "Pegangan, nanti jatuh!" Hardik Noel, saat Danny membatu di dalam gendongannya.

Sebenarnya dokter bisa saja memasang kateter, hal itu sebenarnya mempermudah Danny mengingat dalam waktu beberapa hari ke depan pergerakannya akan sangat dibatasi. Namun Noel enggan melakukan itu, dia tidak mau adiknya marah karena merasa tidak nyaman. Biarlah untuk sementara seperti ini dulu.

Setelah butuh waktu yang tidak sebentar hanya untuk buang air kecil, sekarang di sanalah Danny. Di atas brangkar yang lumayan besar untuk ukuran tubuh Danny yang kurus, dengan jarum infus yang bertengger apik di punggung tangan kirinya, jangan lupakan kaki kanananya yang dibungkus dengan tidak terhormat.

Ruangan luas itu terasa begitu sepi. Dokter yang ternyata bernama Morgan itu sudah pergi, pun juga dengan kedua ners yang tadi membantunya pergi ke kamar mandi. Mereka pamit untuk melanjutkan pekerjaannya siang ini.

"Abang bantu bersihin badan sekalian ganti baju ya Dan. Terus habis ini makan lanjut minum obat."

Danny hanya mengangguk. Mau jawab apa juga bingung. Mereka berdua nyaris tidak pernah saling bicara sejak satu tahun yang lalu.

Noel ternyata bekerja dengan cukup mahir. Setelah membersihkan tubuh Danny dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat, laki-laki yang baru saja mendapat gelar dokter satu tahun lalu itu kemudian memakaikan Danny piama baru. Yang lebih nyaman dan mudah menyerap keringat. Mengingat saat deman, Danny memang selalu memproduksi keringat lebih banyak dari biasanya.

O - THE BEGINNING [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang