1. IN THE JUNGLE

750 54 8
                                    

***
🌵

Hujan turun cukup deras sejak tadi pagi. Biasanya anak laki-laki berambut hitam itu paling menyukai musim ini. Dia bilang, pikiran kacaunya perlahan akan ikut lenyap bersamaan dengan aliran air yang diakibatkan oleh derasnya hujan yang jatuh membasahi bumi.

Katakanlah hari ini pengecualian. Itu karena salah satu orang tersayangnya harus berjuang melawan sadisnya cuaca yang berubah menjadi sangat dingin sejak tadi malam. Danny sudah melepas lapisan baju terluar juga sepasang kaos kakinya untuk membantu sahabatnya itu bertahan. Namun sepertinya sedikit gagal. Walaupun anak bar-bar itu masih bisa tersenyum, namun si rambut hitam dengan pipi gembil itu tau, sahabatnya masih merasa sangat kedinginan.

"Duduk sini Dan, cepetan!" teriak Mark. Berkali-kali Danny keluar masuk gubuk kecil sempit itu hanya untuk sekedar mencari tau apakah ada seseorang yang dia harapkan sedang mencari keberadaan mereka. "Hujan masih deres banget, nanti bajumu semakin basah!" lanjut Mark lagi.

Danny masih abai. Diintipnya sekali lagi hutan yang masih nampak gelap walau sudah hampir menjelang siang. "Bentar, aku mau pasang tanda biar kalau ada orang lewat, mereka tau ada kita di sini."

"Nanti! Nanti bisa kita pasang bareng kalau hujan mulai reda!" teriak Mark sekali lagi. Si anak baik yang biasanya tak banyak bicara justru paling sering berteriak sejak tadi pagi.

Untung saja kayu yang diberi bentangan scarf Gucci milik Danny berhasil terpasang di atas gundukan tanah yang cukup tinggi dengan mudah. Walau akibatnya sekarang tubuh Danny jadi basah kuyup, bahkan dia merasa sensasi dingin mulai menjalar dari ujung kakinya yang hanya terbungkus sepatu.

"Udah." sorak Danny begitu masuk ke dalam gubuk sempit itu. Dia tersenyum, merasa senang karena telah berhasil menancapkan sebuah tanda. Dia kibaskan kepalanya berkali-kali, berharap genangan air lenyap dari rambutnya yang lebat.

Dilihatnya Daniel dengan bibir bergetar tersenyum, kontras dengan pandangan matanya yang sayu. Danny mengeratkan jaketnya yang tadi sudah dia lepas untuk dipakaikan kepada Daniel. Anak itu jelas masih sangat kedinginan.

"Mark, kita masih punya makanan kan? Seingatku tadi malam kita cuma makan sedikit." tanya Danny, yang kemudian dibalas anggukan singkat.

"Ada biscuit di dalam tas. Tolong ambilkan!" Mark sedang memeluk tubuh menggigil Daniel, jadi dia tidak bisa mengambil biscuit yang tersimpan di dalam tas ranselnya.

Danny tampak bingung, biscuit yang harusnya bisa mengganjal perut mereka ternyata sebagian besar sudah remuk, sedikit lembek juga karena tas Mark sempat jatuh di genangan air saat mereka mencoba terus mencari jalan keluar tadi malam.

Anak laki-laki berambut hitam itu menengadahkan kedua tangannya di bawah pancuran air hujan. Sebisa mungkin harus bersih karena akan dia gunakan untuk menyuapi kedua temannya makan.

"Buka mulutmu, makan ini!" pertama-tama Danny menyuapi Daniel. Anak itu harus makan supaya punya tenaga untuk bertahan. Jangan sampai Daniel kehilangan kesadaran sebelum bantuan datang. "Maaf kalian harus makan dari tanganku, biscuit yang kita punya remuk, jadi yah... beginilah."

Danny memandangi Daniel yang kesulitan makan biscuit bentuk remahan yang ada di telapak tangannya. Meski begitu Daniel tidak protes, dan hal itu justru yang membuat Danny semakin sedih.

Biasanya Daniel si paling bar-bar tak pernah berhenti mengeluh soal urusan makanan. Dia yang paling manja, dia yang paling banyak maunya, dia yang paling bersemangat dalam segala hal dan dia jugalah alasan mereka bertiga tertawa. Sekarang, jangankan untuk mengeluh, berusaha tetap membuka mata saja rasanya sulit.

"Kamu duluan." Pinta Mark. Setelah Daniel selesai makan, sekarang telapak tangan Danny dia arahkan ke hadapan Mark. Tadi Danny juga sudah mencuci tangannya setelah Daniel selesai makan.

O - THE BEGINNING [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang