15. Nggak Marah Kan?

1.3K 73 2
                                    


Mata yang terbuka usai mengerjap kini hanya terdiam, menatap langit-langit kamar yang hanya terlihat cahaya remang-remang.

Pandangan yang masih mengabur serta kepala yang masih berdenyut ia edarkan penglihatan ke segala arah kamar.

Fokus pandang terhenti pada seseorang yang kini ikut tertidur di sampingnya, memeluk erat bagian perutnya yang sudah terganti baju biasa.

Masih tidak percaya rasanya Rakala, yang kini ikut tidur di sampingnya adalah kakaknya. Bagaimana saat pandangannya mengabur dan ambruk saat Tian mendekap.

Harapan yang paling disemogakan oleh Rakala sekarang sudah dikabulkan Tuhan. Menatap lekat bagaimana wajah damai itu terlelap.

Terkagum-kagum melihat wajah kakaknya yang jauh lebih tampan serta dewasa saat ini. Bulu mata lentik yang mirip dengannya, ia mainkan.

"Raka, masih nggak percaya Abang pulang." Monolognya, lirih takut membangunkan Tian.

"Abang pulangnya kelamaan, jadi capek nunggu. Cuman bisa pasrah kalau Abang emang mau menetap di sana."

"Tapi, sekarang Abang pulang. Mana nggak ngomong-ngomong lagi jadi kaget aku tuh."

Masih berbicara sendiri pada mata yang memejam, Rakala tersentak saat Tian menggeliat.

Melepas pelukan dengan mata yang mulai mengerjap. Menoleh ke arah Rakala yang kini masih termangu.

"Eh, udah bangun? Gimana udah enakan? Ke rumah sakit aja ya?" mendengar kata itu Rakala tidak sanggup untuk tidak menerbitkan senyum.

Abangnya benar-benar sudah kembali, kembali dengan raga serta perhatian yang tidak pernah berubah.

Tampa berlama-lama Rakala memeluk daksa Tian, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Tian. Menghirup dalam-dalam aroma kakaknya yang sudah lama tidak hadir.

"Raka, ditanya kok diem." Ujar Tian, tapi tetap tangannya terangkat membalas pelukan sang adik.

"Nggak papa, Abang di sini aja udah lebih dari cukup." Suara yang teredam membuat Tian mengusak gemas surai Rakala.

Rindu kepada Rakala ia lampiaskan dengan menghujami setiap inci wajah adiknya dengan ciuman.

"Geli, Bang." Lantas gelak tawa mulai mengisi segala penjuru kamar, membuat suasana kembali hidup.

"Bunda kemana, Bang?" tanya Rakala.

"Di bawah sama Ayah."

"Loh Ayah kok pulang cepet?"

"Iya dong, kan bocil kesayangannya ini lagi ulang tahun." Ujar Tian mencubit hidung mancung milik Rakala.

"Udah dibilangin jangan panggil bocil." Dengus Rakala.

"Kenapa? Dulu suka dipanggil gitu."

"Kan dulu, sekarang udah gede." Sanggah Rakala.

Mendongak menatap wajah Tian yang hanya cengengesan, dengan bibir yang sengaja dimanyunkan.

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang