Suasana dirumah dinas miliknya terasa sunyi. Meskipun di indra pendengarannya bisa mendengar samar-samar suara televisi diruang tengah.
Ia berada dikamar— tempat dia beristirahat dan menumpahkan rasa kegelisahannya selama ini yang enggan ingin pergi.
Menghantui pikirannya yang berulang kali memohon untuk diberikan istirahat barang sejenak. Tidak, Haruto tidak bisa akan hal tersebut.
Sudah belasan tahun lamanya. Seluruh waktu itu disita oleh Haruto hanya mencari seseorang yang menjadi tuntunan kehidupannya dulu dan hingga sekarang.
Dihadapan prajurit, ia dikenal sebagai seorang Letnan yang tegas dalam memimpin. Namun, jika berbalik kebelakang meneliti lebih lanjut dia masihlah seorang manusia.
Seorang manusia yang memiliki perasaan sedih ketika apa yang dulu menjadi sesuatu yang berharga kini hanya tinggal dinamai kepingan momentum masa lalu.
"Kau dimana sekarang?" nadanya terdengar bergetar, udara untuknya bernafas adalah tipu muslihat jika ia masih merasakan perasaan sesak.
Sebuah kalung dog tags— pemberian dari seseorang itu nampak dijatuhi oleh air mata ketika Haruto memejamkan matanya.
Sebuah bom dan peluru yang ada dipikirannya seolah-olah berlomba untuk menyerang dan menyakitinya secara perlahan ditengah medan perang.
Haruto harap seseorang yang dulu membuatnya tumbuh sampai sekarang berlari memeluknya untuk melindungi serangan itu.
Apa bisa? Dia bahkan sudah menghilang sejak lama seolah hanya menumpang sebentar dari sebagian dari hidupnya.
Haruto kira— mereka akan terus bersama meskipun sudah terpisah jauh. Mereka sudah berjanji, Haruto sudah menepati.
Tapi, untuk seseorang itu? Haruto tak tahu dia mengingkari atau bahkan sudah menepati tanpa ia ketahui.
"Aku—" beribu sial ketika tenggorokannya sakit sebab menahan rasa sakit hanya untuk menelan ludah.
"Aku sudah menepati sesuai janjimu padaku, snowpie" lagi, air mata itu seolah mengejek kesedihannya tanpa ada sesuatu yang membuatnya terhibur.
Haruto mengusap air matanya secara kasar. Kalung dog tags itu kembali diletakkan dikotak yang terbuat dari kayu jati tua namun masih mengkilap.
Benda itu selalu dibawa kemanapun ketika ia bertugas. Tanpa itu, Haruto seperti anak kecil yang dilepaskan orang tuanya ditengah kerumunan alias tersesat.
Dilaci nakas paling bawah ditarik kedepan. Haruto tersenyum lalu mengambil plester bermotifkan Minnions pemberian Junkyu.
Letnan itu tenggelam dalam lautan kefokusannya ketika menggantikan plester setiap harinya sesuai perintah dokter Kim saat itu.
Bibirnya meloloskan kekehan kecil. Plester Minnions yang berwarna kuning terang tertempel rata pada kulitnya yang terlihat coklat eksotis— itu kontras dan Haruto tersenyum kecil merasa lucu.
Lucu sebab tiba-tiba ingatannya melihat bagaimana Junkyu dengan bibir ranum mengerucut, mata galaknya, teriakan khas cemprengnya dan pipi merah merona andalannya.
Pertemuan pertama mereka memang bisa dibilang buruk, Haruto akui itu. Anehnya, ia langsung jatuh cinta hanya karena melihat seorang dokter memakai kaos Sinchan dengan jas putih kebanggaannya.
Mungkin orang lain yang memakainya akan terlihat aneh dan tak patut, tapi untuk Junkyu justru malah nampak cocok. Lucu menggemaskan.
Sebuah kotak kayu berisikan kalung dog tags dan plester Minnions dikedua tangannya masing-masing pun nampak Haruto tatap dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Captain, 1437! [END] ✓
FanfictionBaju yang bukan sembarang baju, kain yang bukan sembarang kain dengan corak hijau lumut dan coklat disertai bintang tiga dikerahnya. Merupakan suatu kebanggaan bagi Watanabe Haruto. Ya.Semua itu adalah kebanggaannya, dulu. Sebelum kecelakaan kecil m...