占 : 3

2.4K 495 247
                                    

"Hey bung, hentikan tatapan menggelikanmu itu"

Yang ditegur hanya diam. Bibirnya terus tersenyum dengan kedua tangan menopang dagu— masih asyik menatap objek yang menjadi pusat perhatiannya.

Plak!

"Awh! Kenapa kau memukulku?!" protes Haruto mengusap bagian belakang kepalanya. Rasanya sangat sakit.

Wanita berambut sebahu yang memakai seragam tentara sama sepertinya itu memutar kedua bola matanya jengah.

"Tatapanmu sudah persis seperti pria hidung belang yang hendak menerkam mangsa" cibir wanita itu lagi.

Haruto mengerutkan dahi tidak terima. Hell, dia ini pria baik-baik dan masih perjaka tahu. Ditambah lagi visualnya yang tampan dan proporsi tubuh yang ideal.

Bukankah deskripsi tentangnya sangat sempurna?

Lily bersedekap dada dengan menatap penuh sangsi oleh sahabat karibnya itu. "Matamu dengan anak kecil itu tidak bisa dibohongi, bung" balasnya.

Plak!

"Hey! Kenapa kau bergantian yang memukulku?!" teriak Lily kesakitan.

"Jadi itu yang kau simpulkan dari otak segitigamu itu hah?!" balas Haruto tak mau kalah. Hancur sudah acara tatap menatapnya.

Lihat? Mereka sibuk berargumen sendiri tanpa tahu bahwa atensi keduanya tengah ditonton oleh para korban bencana alam disana.

Niat membantu atau merusuh sih?

Lily yang tahu mereka menjadi pusat perhatian pun berdehem kecil— berusaha menjaga image. Duduk diatas tikar yang ada didepan tenda bersama Haruto.

"Aku sedang melihat pujaan hatiku" cicit Haruto yang terlihat malu-malu.

Sedangkan Lily mengernyitkan dahi jijik sembari bergaya berpura-pura akan muntah. Ewh— apa-apaan tatapan memuja dan senyum malu-malu milik Haruto itu?

"Yang memakai kemeja biru itu?" tunjuk Lily pada seseorang yang dikerumuni oleh anak kecil.

Tanpa berbicara, Haruto tersenyum dan mengangguk tanpa melepaskan pandangannya pada Junkyu saat itu.

Sementara Lily langsung terdiam. Memikirkan ucapan Haruto barusan dan ucapan Haruto yang dulu sempat ia ingat.

"Aku menghampiri Junkyu dulu, jika ada tugas lagi panggil aku okay?"

Lily menatap kepergian Haruto dalam diam. Lalu menatap langit seraya menghembuskan nafasnya perlahan.

"Lalu bagaimana perasaanmu pada seseorang yang kau cari selama ini?"

🌿🌿🌿

Tempat lokasi bencana alam saat itu memang sungguh memprihatinkan. Rumah yang tadinya menjadi tempat berteduh kini menjadi puing-puing yang menyedihkan untuk dilihat.

Air-air sisa tsunami masih ada meskipun tak banyak. Para bala bantuan disana bekerja keras untuk membantu sebisa mungkin bahkan pemerintah juga mulai ikut turun tangan.

Seperti mengirimkan bahan makanan, pakaian, buku-buku dan berbagai macam jenisnya yang sekiranya dapat meringankan beban korban bencana alam disana.

"Wah kakak hebat sekali bisa menjadi dokter untuk orang umum dan tentara sekaligus!" pekik salah satu anak kecil disana.

Junkyu tertawa seraya menggaruk pipinya pelan— gestur canggung sebab ia tak biasa mendapati pujian dari anak kecil.

Sebab, anak kecil pasti berkata jujur dan apa adanya. Tidak seperti para pria hidung belang dan pria bermulut manis penuh bualan.

Hi Captain, 1437! [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang