Hari-hari ia bekerja tak ada yang spesial. Melatih di medan lapangan, melakukan rapat petinggi militer, dan langsung beristirahat.
Di taman belakang asrama tentara junior, Haruto memandang lurus cakrawala biru yang luas. Bibir plumnya sedikit terangkat melihat latihan pesawat tempur terbang melewati wilayahnya.
Suasana di pangkalan militer tempatnya berpijak terasa sunyi. Sebab, hari sudah malam dan hanya lampu-lampu disisi jalan sebagai penerangnya.
Rumput lapangan terlihat basah dan sedikit menciptakan genangan air— karena 20 menit yang lalu hujan baru saja berhenti.
Temannya saat ini hanya bulan purnama tanpa ditemani jutaan bintang, suara hewan malam dan suara gesekan yang ditimbulkan dari sepatunya.
Sret!
Haruto langsung menoleh terkejut. Mendapati telapak tangannya menggenggam sebotol coca cola yang dingin.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Jeongwoo terkekeh lalu membuka kaleng cola-nya dengan gerakan santai.
"Kau tidak marah padaku?" Haruto yang tak bisa berpikir jernih saat ini justru bertanya lagaknya anak kecil yang polos.
"Menurutmu?"
Haruto tersenyum tipis. Suara letusan kecil dari yang dihasilkan kaleng soda setelah dibuka itu diminumnya dengan perlahan.
"Biasanya kau memarahiku ketika minum soda dimalam hari" ucap Haruto yang tak menyukai keheningan diantara mereka berdua.
Dua minggu lebih tiga hari, ini pertama kalinya mereka berbicara selepas dari bertengkar dirumah Haruto.
Keadaan tak berubah. Suasana hati Haruto masih kacau namun setidaknya pikirannya sedikit dingin karena soda dan kehadiran Jeongwoo saat ini.
"Dimana Lily?" tanya Haruto. Pria itu tak berbohong merindukan sahabat satunya itu sebab Lily terkenal cerewet dan menghidupkan suasana.
Sang lawan bicara mengendikkan bahu. "Mungkin dia tengah mengecek asrama wanita atau berolahraga malam" balasnya.
Mata Haruto sedikit membulat terkejut. "Olahraga malam?" keduanya saling berpandangan dan tersenyum persis seperti emot bulan hitam.
"Hahaha! Mana mungkin, melihat pria yang hendak mendekatinya saja dia sudah siap-siap memasang jurus kuda"
Tawa Jeongwoo sedikit menggelegar ditaman itu. Haruto sedikit meringis— takut-takut tawanya itu mengundang hantu yang ada di hutan utara dekat lapangan.
"Disini dingin" komentar Jeongwoo merapatkan jaket tentaranya dan Haruto mengangguk membenarkan.
"Masuklah, Junkyu pasti tak suka melihatmu sakit"
Wajah yang ia susah payah dibuat terlihat baik-baik saja kini kembali keruh dan mendung. Haruto menghela nafasnya tak tahu harus berkomentar apa.
"Dia membenciku"
"Dia jauh lebih benci melihatmu kacau seperti ini"
Haruto meloloskan tawanya yang entah kenapa dipendengaran Jeongwoo seperti menutupi luka didalam hatinya. Entahlah, pria tan itu tidak terlibat tapi ikut bingung dengan hubungan mereka berdua.
"Aku bahkan sempat melihatnya pergi bersama Jihoon di restoran yang sama"
Kini Jeongwoo yang terkejut. "K-kau...?" lidahnya kelu untuk berbicara. Pasti rasanya sakit melihat hubunganmu sudah kandas lalu mantan kekasihmu sudah mendapatkan pengganti dihari berikutnya.
"Aku salah tapi aku tidak tahu harus bagaimana" lirih Haruto menunduk sendu.
Pundak lebar yang menyimpan tanggung jawab besar ditepuknya dengan pelan. Wajah garang, tubuh kokoh dan sifatnya yang tegas tak menutup kemungkinan bahwa Haruto bisa merasakan patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Captain, 1437! [END] ✓
FanfictionBaju yang bukan sembarang baju, kain yang bukan sembarang kain dengan corak hijau lumut dan coklat disertai bintang tiga dikerahnya. Merupakan suatu kebanggaan bagi Watanabe Haruto. Ya.Semua itu adalah kebanggaannya, dulu. Sebelum kecelakaan kecil m...