— Hari kedua ; bukit dan sunset
Kegiatan menyapu rumahnya terhenti. Rumah luas dengan arsenik kuno disertai piagam penghargaan militer yang terpajang rapi di lemari dan dinding menjadi saksi bagi dua penghuni tersebut.
"Junkyu! Kau belum makan siang!"
"Nanti saja ibu!"
Sosok yang melahirkannya dulu itu menghela nafas sembari menggeleng maklum. Sudah kepalang kebal dengan sifat bebalnya itu.
Junkyu memakai sendal rumahnya dengan terburu-buru. Setelah berganti baju sepulangnya ia sekolah taman kanak-kanak, bocah berumur 5 tahun itu bergegas pergi ke suatu tempat.
Taman itu masih sama. Ramai dengan anak-anak meskipun saat itu jam masih menunjukkan pukul 10 pagi dan matahari sudah terik.
"H-hei..." cicit Junkyu ragu memanggil bocah bertubuh gempal yang berdiri membelakanginya.
Oh, dia sadar. Dia tersenyum dan dia menatap Junkyu yang nampak menunduk malu-malu. Itu lucu.
"Kau kesini sudah meminta ijin pada ibumu?"
Sudah.
"Kau kesini sudah makan siang?"
Oh— makan siang ya.
Bocah gemuk itu mengangguk dan tanpa banyak berbicara menggandeng tangan Junkyu yang nampak kebingungan.
"Ayo kerumah nenekku. Beliau sangat pandai memasak makanan, kau pasti suka!"
Junkyu diam selain untuk tetap menurut. Tak ingin merespon lebih lanjut sebab baru hari pertama kemarin secara resmi berkenalan.
"Wah, kau sudah mempunyai teman disini ya?"
"Tentu saja, aku kan tampan"
Junkyu tersenyum simpul melihat sepasang nenek dengan cucunya tertawa. Bocah Kim itu merasa harinya senang karena ternyata kakek dan nenek teman barunya itu sangat baik.
"Kita ingin bermain apa?" tanya bocah gemuk itu dan Junkyu yang terdiam berpikir.
"Aku... tidak tahu" yah, Junkyu masih malu-malu untuk mengutarakan pendapatnya pada teman barunya itu.
"Ah, tidak apa-apa. Aku punya banyak mainan lego hadiah dari kakekku disini. Sebentar!"
Junkyu ditinggal sendirian diruang tengah bersamaan dia yang berlari naik ke lantai atas— mungkin mencari lego yang dimaksud ada dikamarnya.
Mereka bermain bersama. Tak sadar bahwa jam menunjukkan pukul setengah enam petang.
Tuhan, maafkan Junkyu. Pasti ibunya sedang kerepotan mencarinya.
"Aku—
"Wah sudah sore. Ayo kuajak kau ke bukit belakang rumah nenekku!" pekik bocah gemuk dengan nada antusias.
"Tapi... ibuku" cicit Junkyu menunduk dan bocah gemuk itu tersenyum paham.
"Aku akan antarkan kau sampai kerumahmu nanti. Sebelum itu kita harus melihat sunset terlebih dahulu. Aku jamin kau suka"
Ternyata ucapannya tak mengandung ilusi belaka. Dihamparan rumput yang luas dengan siluet dua orang bocah saling memandangi sunset terlihat sangat indah untuk dilukis.
"Kau suka?"
Wajahnya yang berwarna orange sebab efek cahaya senja, Junkyu tersenyum tipis. Kesedihannya akibat kepergian sang ayah membuat Junkyu kembali bangkit dalam masa terpuruknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Captain, 1437! [END] ✓
FanfictionBaju yang bukan sembarang baju, kain yang bukan sembarang kain dengan corak hijau lumut dan coklat disertai bintang tiga dikerahnya. Merupakan suatu kebanggaan bagi Watanabe Haruto. Ya.Semua itu adalah kebanggaannya, dulu. Sebelum kecelakaan kecil m...