19. Rakala Ke Mana?

1.3K 65 0
                                    


Di tengah malam yang semakin larut Tian terbangun, karena rasa haus yang tiba-tiba datang membawa langkahnya menuju dapur.

Karena kamarnya yang ada di lantai atas di depan kamar Rakala jadilah ia harus menuruni beberapa anak tangga.

Cahaya remang-remang yang jadi teman Tian duduk sambil meneguk air putih di gelas kini terganggu saat klakson mobil mengudara.

"Ayah?" lantas dengan cepat membuka pintu untuk Ayahnya yang baru pulang.

"Kamu belum tidur Tian?" tanya Ayah saat melihat siapa yang membukakan pintu.

"Haus Yah, jadi kebangun." Jawab Tian.

Ayah yang hanya mengangguk lantas mulai masuk dan langsung merebahkan tubuh di sofa ruang tamu.

Melihat Ayahnya yang baru pulang di jam sekarang ini membuat Tian tidak tega, Ayahnya pasti lelah.

"Masih sering pulang malem, Yah?"

Tanya dari anak sulungnya lalu membuat senyum candu milik Ayah mengembang, mengelus surai kecoklatan tersebut dengan penuh rasa sayang.

"Iya."

"Jangan sering-sering ya, Ayah juga harus jaga kesehatan." Ucap Tian.

"Iya Bang, adikmu sudah tidur?"

"Sudah."

"Ya sudah kalau begitu lanjut tidur lagi sana, Ayah mau bersih-bersih dulu." Ucap Ayah kemudian beranjak dari sana. Pekerjaan hari ini lumayan menguras tenaga, serta waktu menikmati kebersamaan bersama keluarganya.

Memandang punggung yang sudah hilang di balik pintu kamar mandi dapur, Tian menghela nafas panjang.

Dari lelahnya Ayah bekerjalah ia bisa melanjutkan pendidikan di negara yang paling ia idamkan, dari keringat Ayahlah Rakala bisa bertahan sampai sekarang.

"Tunggu sampai Tian sukses dengan gelar dokter ya Yah, Tian bakal pastiin lelahnya Ayah akan terbayar."

.

Membuka pintu kamar sang anak bungsu yang langsung disambut harum khas hutan pinus itu Ayah memandang lekat Rakala yang tertidur membelakanginya.

Malam yang larut usai bersih-bersih ia langsung kemari, rasa rindu pada Rakala tidak bisa ditahan sampai esok.

Apalagi berangkat kerja sekarang jauh lebih awal. Jadi sarapan bersama seperti dulu jarang dilakukan.

Mendekat ke arah sang anak yang terlelap damai dengan nafas naik turun.

Duduk di kasur lalu mengusap sepelan mungkin surai Rakala agar tidak terbangun, Ayah bergumam.

"Pulas sekali tidurmu nak, mimpi apa?"

Kata yang terucap mengalun dengan nada lembut khas seorang Ayah, tampa tau si anak yang diajak berbicara terbangun bahkan semenjak pertama kali Ayah membuka pintu.

Tapi enggan berbalik dan menjawab pertanyaan sang Ayah, ingin membiarkan Ayahnya berucap sebanyak apapun. Selama ini selalu menjadikan Ayah sebagai pendengar, sekarang giliran Rakala yang ingin jadi pendengar untuk Ayah.

RAKALA BASWARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang