16. Aroma Digta

15 2 18
                                    

Dua porsi Amerikano hangat di meja menemani suasana tenang ujung taman. Digta dan Alma bertandang di sana untuk mengisi tenaga. Sambil melihat-lihat hasil jepretan mereka tadi. Alma beberapa kali tersenyum riang.

Sudah jam setengah sembilan malam, pameran akan ditutup pukul sebelas nanti. Soal Alma, dia sudah mengabari ibu dan ayahnya. Sementara Digta, dia yakin Randya tahu soal ini.

"Hm, ngapain lagi ya?" gumam Alma, selesai dengan foto-foto di kamera Digta.

Digta melepas jaketnya. "Pulang?" tawar laki-laki itu.

Alma segera menggeleng. Dia tidak setuju dengan ucapan Digta. "Liburan besok kan kita nggak ketemu, sayang kalau diselesaiin sekarang," protesnya.

"Brama bilang, besok Digta bakal sibuk banget. Jadi, boleh ya Alma pulang agak maleman hari ini?" lanjutnya. Dia menatap Digta dengan ekspresi memohonnya.

Sementara Digta yang memang tidak berbakat dalam hal menolak Alma hanya bisa mengangguk mengiyakan. Dia membisu ketika Alma bangkit dari bangkunya dan kembali bermain. Sorot sendu di mata Digta, dia terkejut Brama mengatakan itu pada Alma.

"Digta!"

Suara Alma mengalihkan atensi Digta. Laki-laki itu bangkit meletakkan jaketnya di meja, melangkah mendekati Alma yang berdiri di depan stand boneka.

"Mau main ini," lapor Alma, langsung diangguki Digta.

Digta tidak tahu, apa yang membuat dia betah berlama-lama berada di dekat Alma yang bersinar terang. Hangatnya, seperti sesuatu yang selalu Digta rindukan. Alma dan segala hal yang membuat Digta iri, entah dari mana dia mendapatkan perasaan senyaman ini.

"Aaah nggak masuk!"

Alma gagal memasukkan ring terakhir, sementara Digta terdiam melihat wajah kesal gadis di sebelahnya. Ada yang Digta sadari perihal Alma, dia benar-benar pantang menyerah. Dengan sigap gadis itu mengulanginya lagi demi sebuah boneka yang dia inginkan.

Apa itu bentuk kecil dari perjuangan?

Digta kembali larut dalam pikirannya. Menonton Alma berusaha memasukkan ring ke tiang kecil yang disediakan. Digta terjebak dalam deja vu. Entah itu benar atau tidak, tapi kejadian ini pernah dia alami bersama sekelompok orang.

Sembilan cahaya.

Potongan memori lagi, Digta terkejut dengan kedatangannya. Sudah lama dia melupakan kejadian itu, sudah bertahun-tahun Digta sengaja menghilangkannya. Sekarang, mereka kembali lagi seperti hujan panah.

"AAA DAPET!"

Suara Alma, Digta langsung menoleh pada gadis itu. Proses yang dilaluinya, Digta merasa seperti melewatkan sesuatu. Sekarang Alma berjingkrak kegirangan mendapatkan apa yang dia mau. Boneka beruang putih dengan jeruk di atasnya, keliatan cocok berada di pelukan Alma.

"Makasih Digta," celetuk Alma girang, berlari kecil kembali meja mereka berdua.

Digta diam, mencoba tidak mengambil pusing perihal untuk apa terima kasih itu. Mengekor Alma duduk di bangku sebelumnya. Kembali mengonsumsi Amerikano hangat di meja dan fokus pada pikirannya.

Alma sadar, Digta sedikit berubah malam ini. Ada yang aneh dari caranya merespons. Diam-diam Alma melirik dari bangkunya, laki-laki itu sibuk melamun. Hal yang sama dengan yang Alma lihat saat mereka masih di stand boneka.

Udara malam semakin dingin, Alma memeriksa jam di ponselnya sebentar sebelum memilih menidurkan kepala di meja. Digta yang sadar dengan itu terbuyar dari lamunannya. Meraih jaket di kursi sebelah untuk menutupi punggung Alma.

RAINBØW [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang