9. Amerikano

16 4 22
                                    

"Digta."

Suara pelan Alma menginterupsi Digta yang sedang melihat-lihat hasil jepretannya. Laki-laki itu berhenti melangkah, berbalik dengan kedua alis terangkat.

"Ya?"

Alma menoleh ke kanan, wajahnya cemberut. Digta tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu, yang dia lakukan sekarang justru bersiap memotret Alma. Sebagai laki-laki, Digta akui Alma terlihat cantik dengan rambut beterbangan diterpa angin.

"Alma mau ta-DIGTA KAN ALMA UDAH BILANG JANGAN FOTO WAKTU ALMA BELUM SIAP!"

Cekrek!

Suasana canggung seketika, Digta baru sempat menekan tombol kamera saat Alma mengomel. Laki-laki itu menyengir melihat hasil yang dia dapat.

"DIGTAAA!"

Digta tidak memprediksi ini akan terjadi, dia berlari menghindari Alma ketika gadis itu hendak mendekat. Entah apa motif Digta melakukan ini, tapi dia sedikit takut dengan Alma yang mengejarnya.

"Digta jangan lari!" teriak Alma, dia tetap mencoba menangkap Digta yang terus menghindar.

Berulang kali Alma mengulang kalimat yang sama, tapi Digta tidak juga menggubris. Laki-laki itu tetap berlari sambil sesekali berbalik, meminta Alma untuk berhenti.

Hingga gadis itu memperlambat langkah dan membungkuk dengan napas terengah. Jangan lupakan kalau Alma masih kesal dengan kelakuan Digta. Tidak tahu seperti apa potret yang kini tersimpan di kamera laki-laki itu, Alma tidak sanggup membayangkannya.

Lain dengan Digta, usai mengatur napas sejenak, dia menyadari sesuatu. Laki-laki itu menunduk, beralih menatap kamera di tangannya, kemudian menoleh ke kanan. Ingatan Digta kembali pada peristiwa kemarin malam.

Dari tempatnya, Alma mengernyit heran dengan laki-laki yang berdiri beberapa meter di depannya. "Digta," panggil gadis itu.

Digta menoleh ketika namanya disebut, wajah Alma tidak menunjukkan kekesalan lagi. Dia justru mendekat dengan langkah pelan. Ada penasaran di raut mukanya.

"Ngeliatin ap-AAA! UDAH SAMPE TERNYATA!"

Suara Alma yang tiba-tiba berubah melengking mengagetkan Digta. Laki-laki itu memasang ekspresi tersiksanya sembari menatap Alma yang berbinar memandangi taman. Mungkin Digta perlu memperingatkan Alma supaya jantungnya tidak lari ke tempat lain.

"Alma," panggil Digta pelan.

Alma menoleh dengan gerakan kilat, Digta sampai heran dengan gadis itu. Terlebih lagi wajah senangnya yang entah kenapa terlihat menggemaskan. Kendati begitu, Digta tetap kesal dengan kebiasaan Alma mengagetkannya.

"Hm?"

Digta sedikit menyatukan kedua alisnya. "Jangan suka ngagetin," tegurnya.

Mendengar itu, Alma berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk cepat. Dia kemudian menghadap Digta sepenuhnya, dengan tangan kanan berhormat dan senyum lebar.

"Siap, Komandan Digta!"

Seketika tawa Digta pecah, begitu pun dengan Alma. Dia senang bisa melihat Digta tertawa, ini yang pertama kalinya. Beberapa saat kemudian, Alma menunduk. Tangannya menarik jaket abu-abu Digta sambil melirik ke kiri.

Digta mengerti apa maksudnya, jadi dia mengangguk sebagai respons. Hari belum gelap, mereka sampai di taman satu jam dua puluh menit dari waktu yang Digta sebutkan kemarin malam.

Laki-laki itu mempersilahkan Alma melangkah terlebih dulu, dia terlihat begitu bahagia ketika memasuki tempat ini. Lagi, Digta memotret Alma dari pintu masuk. Tidak masalah walau hanya bagian belakang Alma saja yang berhasil dia abadikan.

RAINBØW [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang