• RAINBØW - IAD •
Bel sekolah menyapa remaja berpakaian SMA di ambang gerbang. Lagi, ini kesekian kalinya dia hampir terlambat masuk. Semua berubah setelah malam ketiga kepulangan Digta dari rumah sakit.
"Mas Randya buruan masuk, mumpung belum ketahuan guru piket," celetuk satpam sekolah.
Tidak ada respons berarti. Randya membisu sambil melangkah memasuki area sekolah. Membiarkan satpam menutup gerbang tanpa peduli ucapan-ucapan beliau tentangnya. Bukan masalah bagi Randya, hal seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari.
Melangkah menunduk, abai pada banyaknya pasang mata yang menatap binar. Abai pada kalimat selamat datang dari beberapa penggemar. Dikenal bukan mau Randya sekarang, dia hanya butuh ketenangan.
Bahkan ketika sepasang kakinya usai membawa Randya ke kelas. Dia tetap pada hitam putih yang entah mengapa semakin memeluk erat setelah hari itu. Dan jika boleh jujur, Randya ingin menyusul.
Brak!
"Waaah, artis kita baru berangkat gais!" kata seseorang yang dengan tidak sopannya membanting buku di meja Randya.
Laki-laki, parasnya lumayan jika disebut tampan dengan kecerdasan yang Randya akui di atas rata-rata. Dia menjadi alasan Randya enggan berangkat sekolah.
"Gimana pemotretan kemarin? Baju item-item? Hm? Megang bunga kantil di makam?" ucap laki-laki itu, mendekatkan wajahnya pada Randya sembari tertawa miris. "Nggak sekalian bawa slogan si temen sakit-sakitanmu itu?"
Sakit mendengar kalimat yang terlontar begitu saja, Randya menatap nyalang laki-laki di hadapannya. Sudah tiga tahun dia bertahan dari sosok miskin moral yang digadang-gadang guru seantero sekolah. Randya rasa, yang kali ini dia tidak bisa diam saja.
Tanpa mengalihkan tatap tajamnya dari si muka tembok sok berkuasa itu, Randya meletakkan ransel denim di meja. Kalau saja bicaranya bukan tentang Digta, seberapapun dia menjatuhkan harga dirinya, Randya tidak akan peduli.
"Kenapa? Kesinggung? Bukannya yang aku bilang fakta, ya?"
Panggil saja dia Helky. Tatapan remeh menjadi penantang yang selalu Randya dapatkan dari laki-laki itu. Entah apa maksudnya, Randya masih tidak tahu alasan Helky melakukan ini.
Telunjuk Helky menunjuk pelipis kanannya seolah berpikir keras. "Aku pernah denger juga orangtuanya pisah. Jangan-jangan dia anak haram?"
"SHIT!"
Emosi Randya naik ke ubun-ubun, laki-laki dengan seragam berbalut jaket denim itu menarik kuat kerah seragam Helky. Semaksimal mungkin Randya tidak membuat keributan di kelas. Karena seberapa pun bukti Randya tidak bersalah, tetap tidak akan ada yang membela atas nama dirinya.
"Ngomong apa tadi?" tanya Randya, berbisik kasar.
"Anak haram." Helky menjawab tanpa rasa takut sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBØW [Selesai]
Teen FictionMusim hujan kali ini membawa peri penyelamat. Kanvas hidup Digta seperti dilukis sedemikian rupa dengan kaya warna. Seseorang yang memanggilnya pelangi di antara hujan dan panas, dia pelakunya. Dua ratus empat belas hari bersama musim penghujan. Se...