22. Hujan Panas

12 0 0
                                    

[part belum direvisi]

-

Sepanjang perjalanan, Alma membisu di samping Digta. Suasana dalam bus sunyi senyap, tidak ada penumpang lagi selain mereka berdua. Duduk di bangku terbelakang, dengan posisi seperti biasa. Alma di dekat jendela.

Jari telunjuknya mengukir wajah tersenyum pada jendela yang mengembun. Hujan kembali menderas setelah beberapa saat bersahabat dengan manusia. Gadis itu, banyak pikiran yang mengganggu perihal Digta, laki-laki di sebelahnya.

"Mau ke mana?" tanya Alma pelan, tidak dijawab juga tidak apa-apa.

Digta menoleh sekilas, sorot sayu di matanya seperti sesuatu yang entah kenapa terlihat begitu mengerikan bagi Alma. Laki-laki itu, apa diamnya berarti ramai? Apa yang sedang berkelana di kepalanya sekarang? Alma risau.

"Coba tebak," celetuk Digta.

Netra Alma berkedip lambat, jawaban Digta yang jauh dari perkiraannya membuat pikiran Alma berantakan seketika. Dia tidak percaya, Digta akan tersenyum samar dan menatapnya dengan air muka berbeda. Gadis itu tersenyum tertahan.

"Hm, ke mana, ya?" gumamnya. "Sebentar, Alma pikir dulu."

Telunjuk yang semula melukis di atas embun mengetuk-ketuk dagunya. Kerucut di bibir Alma membuat Digta yang melihat itu gemas sendiri. Pipi Alma menggembung, tangan Digta gatal untuk tidak mencubitnya.

"Aaaw!" respons Alma merengek. Dia menatap memohon pada Digta.

Spontan Digta melepas cubitannya, dia terkekeh melihat ekspresi Alma. Seperti kelinci kecil yang memohon sepotong wortel pada sang majikan. Ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di perut Digta tepat ketika Alma menyandarkan kepala di pundaknya.

"Alma nggak tau, nggak bisa mikir, ngantuk," ucap gadis itu pelan, hawa dingin sekitar sedikit membuatnya kehabisan tenaga.

Senyum Digta sedikit melebar, rasanya seperti mengasuh anak TK jika bicara soal Alma. Tidak ada jawaban dari laki-laki itu, dia hanya diam membiarkan Alma bersandar. Merasakan deru napas teratur gadis di sebelahnya terasa seperti obat bagi Digta.

Sedikit lagi, Digta. Sedikit lagi.

●●●

"Hoaaam! Di mana ini?"

Digta yang sudah turun dari bus terlebih dulu menaikkan alisnya melihat kelakuan Alma. Wajah gadis itu kelihatan belum puas tidur, tidak ada pilihan lagi bagi Digta selain membangunkannya. Mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Digta berkacak pinggang, ekspresinya mendukung dialog Alma barusan. "Di mana, ya? Coba tebak," jawab Digta asal.

Alma menatap Digta lamat-lamat, dia menunduk memperhatikan langkahnya keluar bus sebelum kedua matanya membola terkejut. Tidak ada hujan, tidak ada langit mendung. Seolah-olah dunia tahu, apa yang Digta ingin dan rencanakan sekarang.

"Waaah, cantiknya," celetuk Alma.

Cekrek!

Gadis itu menoleh tepat ketika suara kamera berbunyi, tidak ada rengekan tidak setuju dari Alma. Dia justru bersiap dengan gaya andalan semua orang, pose dua jari yang legendaris.

Cantik.

"MAU LIAT!" pekik Alma girang. Dia melangkah lucu mendekati Digta yang tertawa di tempatnya.

Perlu digarisbawahi, keduanya masih setia berinteraksi di depan pintu masuk. Alma yang ramai dengan situasi di sekelilingnya, sementara Digta hanya menikmati sinar kekuningan favoritnya.

RAINBØW [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang