[part belum direvisi]
-
Duar!
Tepat pukul enam lewat lima belas menit, hujan kembali menderas setelah semalaman menguasai langit. Digta baru saja selesai mengatur rambutnya, laki-laki itu menoleh ke jendela sesaat setelah suara gemuruh.
Hanya satu yang ada dalam pikiran Digta sekarang, bukan tentang bagaimana dia berangkat. Jika hujan belum berhenti hingga sore nanti, bagaimana dia menepati janjinya?
Digta menghela napas panjang, raut wajah gelisah sedikit memburamkan cahaya kebiruannya. Laki-laki itu beralih ke ponsel di meja belajar, ada seseorang menelponnya.
"Oy! Bareng, yuk! Aku bawa mantel dua, nih."
Itu suara Brama, entah keajaiban dari mana Brama mau repot-repot menjemputnya. Sementara rumah mereka berdua berlawanan arah.
"Yaudah buruan, udah siang."
"SAIA SYUDAH DI DEPAN RUMAH ANDA MAS-E!" kata Brama ngegas.
Karena bercampur suara hujan, ditambah fokus Digta yang sedang buyar. Spontan laki-laki itu menjauhkan ponsel dari telinganya. Mencoba menelaah apa yang baru saja dia dengar.
"DIGTAAA!"
Ingin heran tapi itu Brama, sepertinya Digta hari ini hanya bisa tepuk jidat. Seperlu itukah Brama menelponnya sementara dia sendiri sudah berada di sini, di rumah Digta.
Digta bangkit dengan rona wajah pasrah, pusing dengan kelakuan teman sepermainannya ini. Sungguh Digta bertanya-tanya perihal apa yang ibunda Brama idam-idamkan saat mengandung Brama.
Lahirnya bisa aneh gitu.
●●●
Setelah mata pelajaran Seni Budaya selesai dan bel istirahat berkumandang. Brama membawa Digta keluar kelas, entah ke mana. Sementara Alma yang menyaksikan itu hanya bisa diam membisu di bangkunya.
Ingin bertanya, tapi apa urusannya? Alma selalu ingat kata-kata Randya, dan mereka bertiga berhubungan satu sama lain. Jahat rasanya jika Alma memaksa masuk ke dalam kehidupan mereka.
Mungkin, cukup Digta aja. Alma nggak punya hak apa-apa untuk selebihnya.
"Alma?"
Alma berjingkrak terkejut. "Eh? Apa?"
Itu Haira, dia memasang wajah heran melihat Alma melamun begitu. Bukan hanya sekali, melainkan setiap kali Digta pergi dengan Brama. Haira tidak tahu apa yang terjadi antara Alma dan Digta.
"Digta lagi?" tebak Haira.
Sebuah anggukan polos Alma berikan sebagai jawaban. Gadis itu kini menyibukkan diri dengan spidol warna-warni dan buku hariannya. Hal itu tidak lepas dari Haira, Alma selalu terlihat menyembunyikan sesuatu setiap kali dia bertanya soal Digta.
"Kamu suka sama Digta?"
Alma menggeleng pelan. Dia masih sibuk dengan aktivitasnya. Mecoret sana-sini, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang datang tiba-tiba. Dan Haira yang kesal pun dengan senang hati mengetuk kepala Alma.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBØW [Selesai]
Teen FictionMusim hujan kali ini membawa peri penyelamat. Kanvas hidup Digta seperti dilukis sedemikian rupa dengan kaya warna. Seseorang yang memanggilnya pelangi di antara hujan dan panas, dia pelakunya. Dua ratus empat belas hari bersama musim penghujan. Se...