"Digta?"
Kaget, Digta spontan menoleh ke arah datangnya suara. Alma, kehadirannya menjadi pertanyaan laki-laki itu sekarang. Kenapa dia sama sekali tidak mendengar langkah kaki Alma?
Sementara yang bersangkutan hanya terkekeh melihat wajah bingung Digta. "Kaget ya? Hehe, makanya jangan ngelamun. Dipanggil berapa kali nggak nyahut-nyahut," tutur gadis itu.
Mendengar ucapan Alma, Digta terkekeh canggung. Apa yang dia katakan membuatnya malu sendiri. Melamun, iya Digta sedang melamun tadi.
"Luang, kan?" celetuk Alma bertanya.
Digta mengangguk menanggapi. Laki-laki itu, fokusnya sedikit terbuyar pada penampilan Alma hari ini. Digta terbiasa dengan Alma dan seragamnya, jadi sedikit aneh melihat dia mengenakan pakaian santai.
Kaus kuning cerah sedikit kebesaran dan bawahan hitam. Digta baru sadar, Alma cenderung mengenakan sesuatu berwarna kuning. Seperti jaket yang sering dia pakai ke sekolah, juga silikon ponselnya. Dan ya, Alma mengenakan baju kuning saat Digta menjemput dia di halte tadi.
"Kuning lagi?" ungkap Digta, bertanya heran.
Alma menunduk melihat pakaiannya. "Iya, Alma suka warna kuning," jawab gadis itu, santai.
"Kenapa?"
Bibir ranum Alma mengerucut lucu, pipinya menggembung dengan kedua alis sedikit tertaut. Ekspresi yang selalu sama, Digta jadi paham gadis di sebelahnya ini sedang berusaha berpikir serius.
"Warna kuning itu ...," gumam Alma. Dia mengedarkan pandangan, entah apa yang sedang dicari. "Warna kebahagiaan, kan?"
Deg!
"Alma suka warna kuning. Warnanya cerah, ceria, nggak bikin bosen. Makanya Alma suka," lanjutnya.
Dari peresentasi warna kuning menurut Alma, Digta merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Sesuatu yang cerah dan ceria itu, ada pada seseorang yang baru satu bulan setengah dia kenali. Secara tidak sadar, Digta mengakui Alma mulai mewarnai sisi kelabunya tipis-tipis.
"Kalau Digta suka warna apa?" tanya Alma kemudian.
Digta terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Semua warna terlihat sama di mata Digta. "Hitam putih?" jawabnya asal.
Alma mengangguk mengerti. "Kenapa Digta suka warna hitam putih? Bukannya itu monoton ya? Maksudnya, kan ada warna lain yang banyak pilihannya," protes Alma.
Gadis itu seperti tidak setuju dengan pilihan Digta. "Misalnya warna merah, ada merah muda, ada merah tua. Warna biru, hijau, kuning, ungu. Kenapa warna hitam putih?"
Digta menggeleng, sulit rasanya menjawab pertanyaan mudah itu. Perihal warna dan alasan di balik pilihannya. Digta seperti ditekan keadaan untuk membuka sebagian selimut yang masih menyelimutinya di depan Alma.
"Mau ke mana?" tanya Digta, mengalihkan pembicaraan.
Alma tersenyum mendengarnya. Dengan antusiasme tinggi, gadis itu menjawab penuh energi, "Pantai depan trotoar yang sering kita datengin, gimana? Alma udah lama pengen ke sana tapi bingung mau sama siapa."
Respons yang sangat di luar dugaan, Digta tertawa melihat binar dari kedua mata Alma saat mengatakan keinginannya. Dengan besar hati laki-laki itu menyanggupi. Hitung-hitung menghibur diri, Digta juga ingin punya warnanya sendiri.
●●●
Usai memarkirkan motor di parkiran, Digta diam di sana melihat Alma berlari-lari kecil menuju bibir pantai. Gadis itu menitipkan tas selempangnya, meninggalkan laki-laki itu sesaat setelah mereka sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBØW [Selesai]
Ficção AdolescenteMusim hujan kali ini membawa peri penyelamat. Kanvas hidup Digta seperti dilukis sedemikian rupa dengan kaya warna. Seseorang yang memanggilnya pelangi di antara hujan dan panas, dia pelakunya. Dua ratus empat belas hari bersama musim penghujan. Se...