Sebuah semicolon digunakan saat seorang penulis sebenarnya bisa mengakhiri sebuah cerita, namun memutuskan untuk tidak melakukannya. Penulis itu adalah kamu, dan cerita itu adalah hidupmu. - Project Semicolon.
Ini adalah cerita tentang Bella, gadis...
"Hanya ada dua macam luka di dunia: satu yang menyakitimu, dan satunya lagi yang membuatmu berubah."
- Unknown
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"CIYEEE! GILA! PAGI-PAGI CIUMAN DI KELAS!"
"GILA! ANAK PAPA UDAH GEDE!"
"KAIVAN GUE!!!"
"LEPASIN KAIVAN GUE WOY!"
"FOTO! FOTO! FOTO! LAPORIN KE PAPA!!!"
Aku bisa mendengar semua itu dengan jelas, tapi aku tidak bisa bergerak seakan bumi berhenti berputar. Namun, gaya gravitasinya semakin kuat menarik tubuhku. Aku tidak tahu apa yang sedang kuhadapi. Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Tubuhku terasa sakit dan lemas seakan seluruh energiku terkuras begitu saja. Perutku mulai terasa mulas. Dan aku hanya pasrah, menunggu.
Menunggu hingga Kaivan melepaskanku. Dan akhirnya, itu terjadi.
Kaivan melompat bangkit berdiri dengan wajah yang sama pucatnya dengan wajahku. Ia membekap bibirnya sendiri dengan tangannya sementara matanya terlihat seperti orang linglung. Aku memperhatikan semuanya seakan mataku ada lebih dari dua.
Meskipun sama paniknya denganku, Kaivan menarik tanganku. Membantuku kembali berdiri dengan kedua kakiku. Ia lalu mengambil buku Peter Pan yang tergeletak di atas lantai dan menyerahkannya padaku. Tak menatap mataku sedikit pun dan kemudian pergi begitu saja melewatiku.
"Gila! Bella, lo diem-diem doyan cowok juga ya!"
"Gila sih gila! Kaivan lo sikat!"
"Ini gue kalo laporin ke BK bakal ditanggepin enggak ya?!"
Orang-orang mulai mengerubungiku. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka ucapkan karena aku memang tidak peduli dengan mereka yang kuanggap sebagai orang asing. Namun, jantungku yang sudah berdebar sejak beberapa menit yang lalu membuatku sulit untuk menggerakkan mataku menatap ke arah pintu. Bagaimana aku bisa menatap matanya sekarang? Apa dia melihat semuanya? Ya Tuhan,aku harap dia tetap percaya padaku.
Aku menerjang barisan orang-orang yang terus mengolokku dengan kalimat-kalimat yang tidak benar. Aku berlari ke arah Rosa yang masih berdiri di tempat yang sama. Kulihat tangannya mencengkeram tali ranselnya erat sampai kulitnya yang putih pun berubah menjadi merah.
"Sa."
Rosa mundur saat aku memanggilnya. Ia mengangkat tangan kanannya untuk menyuruhku berhenti mendekat. Tapi aku tak bisa .... Aku terus berjalan menghampirinya.
"Sa, aku–"
"Ssstt! Enggak usah bilang apa-apa." Rosa menempelkan jari telunjuknya di bibir. Wajahnya menunduk, kedua matanya menatap ke arah sepatuku.
"Sa, maaf, aku enggak–"
"Gue enggak mau dengar. Gue enggak bisa dengar. Gue tuli. Gue tuli dan sekarang gue bisu. Jangan ngomong sama gue!"