Hana dan Abas datang lagi. Cerita super duper ringan ya, Deers. Silakan beri jejak cinta kalian😘
💕💕💕
"Yang … aku salah apa?"
Hana bahkan tak bisa menjawab. Abas tak salah. Yang salah adalah Papa yang membuat mereka terjebak dalam pernikahan demi mendapatkan pewaris kompeten yang bisa melebarkan jaringan bisnisnya.
Dan, Abas bisa membuktikan itu. Etos kerjanya yang tinggi, hingga rela bekerja hingga larut malam sampai tengah malam, membuat usaha gim yang baru saja dirintis setahun lalu berkembang pesat. Animasi buatan Studio Saturn Animation pun dikenal luas dan semakin dicintai dengan adanya gim online atau versi PC dan permainan konsol. Ya, semua harapan Papa bisa tercapai berkat Abas.
Namun, keputusan Hana sudah bulat akan melepas Abas, walau dia sedikit khawatir darah tinggi Papa nanti akan naik bila mendengar kabar buruk itu. Setelah hari berat yang Hana alami tanpa kehadiran Abas, Hana-lah yang memilih mundur. Hana lelah. Lelah karena merasakan cinta yang besar yang baru kali ini dia alami.
"Mas nggak salah apa-apa. Aku mau tidur bentar, karena besok masih kerja. Sebaiknya Mas tidur di kamar sebelah."
Kali ini dengkusan Abas semakin keras. Tapi dia tidak menuruti pinta Hana. Pria itu justru berbaring terlentang di sebelah Hana yang tidur miring menghadap meja rias. Setelah penolakan Hana tadi, laki-laki itu menjaga jarak.
Keesokan paginya, kekhawatiran Hana terbukti. Padahal dia belum memberitahu apapun pada Papa. Mama Silvi, mama tiri Hana baru saja menelepon dan mengabarkan kalau Papa dilarikan ke rumah sakit. Hana yang biasanya makan pagi sendiri kini terpaksa membangunkan Abas yang masih terlelap di akhir pekan.
"Mas, Mas." Abas mengerang.
"Apa?" Matanya masih terpejam, enggan terbuka, walau matahari sudah semakin tinggi. "Ini Sabtu kan?"
Hana berdecak. "Iya. Sabtu."
"Trus?" Abas menggosok matanya.
"Papa dirawat di RS semalam. Jantungnya … sepertinya harus dipasang ring."
Seketika Abas bangun. Dia memggosok pelan wajahnya membiarkan rambut ikalnya berantakan. "Papa?"
"Untuk pembicaraan semalam, jangan beritahu Papa dulu. Ngerti?" Hana mengacungkan telunjuk di depan hidung Abas.
Mata Abas menjuling mengamati ujung telunjuk Hana. Dia hanya mengangguk, sambil menangkup dan menurunkan telunjuk itu. Dengan segera, dia menarik tangan Hana sehingga wanita yang akan beranjak dari duduknya itu justru tertarik ke arahnya. "Yang … kamu kenapa? Semalam …."
"Nggak papa." Hana mengurai tangan Abas. Untuk apa membicarakannya lagi. Dia tak mau berubah pikiran. Melepas Abas lebih baik daripada menyiksa diri dengan penjara status suami istri.
"Bersiaplah. Aku tunggu di rumah sakit."
***
Setelah visite pagi, Hana menemui Abas yang menunggunya di lobi ruang rawat inap VIP. Seperti biasa, sambil menunggu, lelaki itu tampak sibuk dengan PSP yang selalu ada di dalam waist bagnya.
"Ayo," kata Hana begitu tiba di depan Abas yang terlalu asyik bermain gim. Kebiasaannya ini membuat Hana kadang jengah karena merasa tak diperhatikan. Sepertinya … mau berpisah atau tidak juga tak ada bedanya. Abas dengan rutinitas pekerjaan mainannya dan Hana yang berkutat dengan pasien, seperti minyak dan air yang susah disatukan.
"Ah, sudah?" Abas mendongak. Lalu mematikan mainan dan menyimpan ke dalam tas.
Saat Abas berdiri, Hana menahan langkahnya. "Mas, jangan bilang apa-apa sama Papa."
"Iya." Abas lalu meraih pergelangan tangan Hana, membuat tubuh kecil itu tertarik.
"Apaan sih?"
"Kan biar Papa nggak tahu ide gilamu itu." Abas memberikan cengiran. Sorotnya yang berbinar membuat jantung Hana selalu berdetak kencang seperti dulu saat dia melihatnya di acara gathering. Jauh sebelum Papa memutuskan meminang Abas untuk dirinya dan perusahaan.
Hana menepis tangan Abas sedikit kasar. Satu hal yang tak pernah dia lakukan pada Abas. "Mas, aku nggak bercanda," kata Hana dengan tenang. Dia melirik ke kanan kiri, masih sempat memberi senyum. Walau nada suara tajam tertuju pada suami.
"Kenapa?" tanya Abas tak terima. "Kamu istriku. Sekarang."
"Aku … aku …." Hana mengelus tangannya yang berkeringat. Pandangannya masih waspada, khawatir menjadi pusat perhatian. "... nanti ada yang ngeliatin."
"Trus kenapa? Mereka punya mata?"
Hana mendengkus, karena kesal Abas tak paham juga. Hana berbeda dengan Abas yang tak risih jadi pusat atensi. Namun, dia memilih alasan lain. "Kita … mau berpisah."
"Yang, kenapa kamu menganggap pernikahan sebuah permainan. Datang, bermain, dan kalau sudah bosen pergi. Begitu?" Kini alis Abas mengerut. Suara bassnya berhasil membuat dentuman di dada Hana.
Hana kembali tersenyum miring. Bukannya ia ahli berdebat. Semakin dia diserang, semakin dia memasang senyum menutup luka, dan menajamkan logika agar tak terombang-ambing rasa.
"Seperti, Mas, bukan? Jadi, udah seharusnya kita berhenti bermain secepatnya, setelah Papa keluar dari rumah sakit. Terlalu banyak bermain juga nggak baik, kan?" Hana berlalu begitu saja dari hadapan Abas. Dia tidak ingin adu mulut. Tidak di tempat kerjanya dan di waktu Papa sakit. Moodnya sekarang sudah kacau, dan dia tidak ingin menghadiahi tangis atau wajah kusutnya di depan Papa.
Dia tidak ingin Papa tahu, karemaHana akan menyimpannya, dan tidak memperbolehkan Papa bersedih karena apapun. Walau tak dimungkiri, Hana akan mengecewakan laki-laki tua itu.
Dua langkah lebar Abas mampu mengejar Hana. Tangan besarnya meraih tangan Hana dan menyusupkan jemarinya di antara jemari mungil Hana. "Kalau kamu benar menganggap apa yang terjadi ini adalah permainan, maka sebaiknya kita nikmati saja .…" Abas tersenyum miring.
💕Dee_ane💕
Ada cerita bagus juga dari Kakrefyura
Dan dari Kak yappleich
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovemeter (Ketika Cinta Bisa Diukur)-completed-unpub sebagian
RomanceApa yang terjadi bila kamu terjebak di dunia gim? Hana dan Abas, pasutri yang akan bercerai terjebak di dalam dunia gim 'La Personne' buatan Abas. Nyawa mereka akan terancam bila lovemeter pasangan mereka turun. Namun, bagaimana cara mempertahankan...