22. Naik Turun

200 62 30
                                    

Hulla, Deers! Hari Rabu udah datang. Saatnya Abas dan Hana menemani kalian. Silakan tinggalan jejak cinta kalian. Semoga kalian terhibur yak.

💕💕💕

Abas mengerjap. Tatapannya nanar ke arah lovemeter Hana. "Yang, itu ... lovemetermu ... kenapa?"

Hana melirik lovemeternya. Mulutnya masih sibuk mengunyah, tak menghiraukan wajah pucat Abas. "Kenapa?"

"Yang, nanti ... kamu ... aku ...." Abas tergagap. Dia seolah kehabisan kata karena tidak bisa membuat lovemeter Hana meningkat. Padahal dia sudah melakukan semua hal untuk menyenangkan hati Hana.

Apakah memang Hana sudah tak lagi cinta? Apalagi setelah masuk ke dalam dunia gim, dia mendapati Hana yang lebih ekspresif. Ya, mungkin saja Hana ingin berpisah karena memang kadar cinta tak lagi besar.

"Kenapa? Takut game over?" tanya Hana sinis.

"Bukan gitu ...." Abas berusaha bersabar. Dia tak ingin emosinya terpancing karena yang dia butuhkan sekarang adalah kepala dingin untuk bisa bertahan di dunia gim.

"Lalu?" Hana mengusap bibirnya dengan tisu yang dia ambil dari tas.

"Jangan memprovokasi aku, Yang. Kamu tahu sendiri aku gampang meledak. Aku nggak pengin kita berdua sama-sama mati konyol di dunia gim ini." Abas menekan suaranya sambil menatap Hana tajam.

"Sepertinya aku yang bakal mati lebih dulu. Lagian kadar cinta Mas tinggal satu setrip ..." Hana mendengkus. Sepertinya, memang nggak ada alasan kita bersama."

Abas menggeleng. "Nggak! Ini salah! Lovemeterku ini ...." Tangan Abas menepis udara seolah ingin menghancurkan lovemeternya. "Ini salah, Yang."

"Salah? Buktinya?" Dagu Hana bergerak, menunjuk samping kiri Abas.

"Salah, Yang! Aku sayang banget sama kamu! Cinta! Tresno!" Abas mulai frustasi karena antara ucapan dan lovemeternya tak sama.

"Mungkin ... kalau lovemeter itu nggak ada dan Mas bilang seperti tadi, aku bisa percaya. Tapi, sekarang ... aku ngerasa dibohongin karena ternyata Mas ... pe-ni-pu!" Kata terakhir itu diucapkan Hana dengan pelan dan tegas.

"Yang, kamu nggak percaya sama aku?" Abas tak terima dikatakan pembohong, karena apa yang dia katakan itu memang dari hatinya.

"Mas, cinta itu nggak hanya tentang kata, tapi seharusnya juga bisa dirasa." Hana mengembuskan napas panjang. Dadanya yang bergemuruh, menorehkan nyeri yang menusuk. "Dan, selama ini, entahlah ... aku seperti nggak merasakan cinta Mas."

Seketika Abas terdiam. Dia mengerjap menatap Hana. Telinga sudah memerah saat mendengar bahwa Hana meragukan perasaannya. Abas hanya bisa mengeratkan rahang sembari mengepalkan erat tangannya sehingga dia tak membalas ucapan sinis Hana. Tidak! Dia harus menahan diri. Bila tidak, bisa dipastikan nyawanya akan melayang di dunia gim ini. Bukan hanya itu, yang lebih parah, dia akan kehilangan Hana.

"Aku harus gimana supaya kamu percaya?" Suara Abas pelan

"Nggak tahu, Mas. Justru dengan adanya lovemeter itu, aku jadi sadar bahwa pernikahan ini dipaksakan." Hana menunduk untuk menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Abas tak bisa berdalih. Mengenal Hana sebagai pribadi yang selalu mengutamakan data, tentu fakta bahwa lovemeter Abas tinggal segaris itu akan lebih dipercaya Hana ketimbang omongan.

"Oke. Aku ... akan buktiin kalau aku emang cinta kamu dan bikin kamu jatuh cinta setiap hari ke aku!" ujar Abas lugas.

Percakapan mereka tak berlanjut. Hana masih bisa menghabiskan makanan pedas yang dia benci untuk menutupi perih yang ada di hatinya. Sementara nafsu makan Abas sirna begitu saja digulung oleh perasaan yang berkecamuk.

Lovemeter (Ketika Cinta Bisa Diukur)-completed-unpub sebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang