16. Lovemeter Yang Menyusut

206 60 14
                                    

Hai, Deers. Makasi udah baca cerita ini. Semoga terhibur😍 Tinggal komen dan klik bintangnya ya. Komen kalian penyemangat buatku. Nggak bayar juga kan ya?

💕💕💕

Begitu sampai di luar, Abas mendapati wanita tadi kebingungan, mengecek lambang toilet. "Ibu udah bener kok. Ini toilet perempuan. Saya … cuma nganter pembalut. Buat istri saya. Dokter Hana. Dokter anak di sini. Tembus. Mens itu …."

Entah kenapa Abas menjelaskan sebisanya dan melihat ibu itu mengulum senyum mengangguk-angguk, dia yakin tidak disangka pervert.

Setelah wanita itu masuk, Abas bisa mengembuskan naoas panjang. Di kemudian berdiri dengan bersandar di dinding depan toilet untuk menunggu Hana. Kira-kira seperempat jam, Hana belum juga keluar. Padahal ibu yang tadi masuk itu sudah keluar

Saat Abas mengecek, Hana membuka pintu toilet. Dia lalu menyambut dengan ekspresi cemas.

"Yang, kamu kenapa? Perutnya sakit banget?" Tangan Abas yang hampir menyentuh perut Hana ditepis pelan.

"Ayo, Mas … pulang." Hana masih mengenakan jas Abas.

Sejurus kemudian, mereka sudah berada di mobil milik Hana. Walau sudah bergabung di jalan raya yang ramai, kabin mobil terasa sunyi. Tak ada percakapan. Lagu yang terdengar di media player hanya diputar dengan volume rendah.

"Yang?" Abas melirik ke arah Hana. Istrinya terlihat diam dengan wajah kusut, dan alisnya mengerut. Biasanya … dia tidak pernah menunjuk wajah seperti itu. "Yang …?"

"Ya?" Hana menoleh dengan kedua alis naik ke atas.

"Ehm … kamu kenapa?" tanya Abas. Sesekali pandangannya melirik ke arah Hana.

"Nggak pa-pa. Kenapa?"

Bibir Abas mengerucut. Walau nadanya biasa, Abas bisa menangkap sorot mata sendu. Tiba-tiba, Abas teringat 'bola kristal' yang dikatakan Papa.

"Ada apa, Mas?"

Abas terkesiap dan kembali memfokuskan pandangan pada jalanan yang padat. Dia mengerutkan alis ingin menanyai kenapa suasana hati Hana suram. Wajah yang tertekuk dan moodmeter yang menguning itu menjadi isyarat jelas.  Tapi, bibir Abas terkunci. Lidahnya seolah kelu ingin bertanya karena ingin memberi waktu pada Hana.

"Mas … ada apa?" Alis yang tertata rapi itu menukik. "Nganyelke tenan og (Nyebelin banget, sih). Ngomong yang jelas napa?"

Abas mengernyit. Nada suara Hana meninggi ½ nada. Tidak biasanya Hana seperti itu. Apa dia mengalami PMS dengan mode "nyedhak keplak" alias mendekat bakal disikat?

"Ehm, udah makan belum? Makan malAm di mana?" Bukannya menanyai ada apa, Abas justru bertanya hal lain yang kini membuat wajah Hana memerah.

"Mas …." Tarikan bibir lebar itu seperti clurit di mata Abas. Ditambah dengan sorot mata yang tajam, sepertinya Abas lebih baik diam, daripada membangunkan macam tidur.

"Iya, Yang."

"Mas, tahu kan aku lagi ngapain? Bahkan duduk di mobil aja nggak nyaman … gimana bisa Mas ngajak jalan!" Suara Hana tiba-tiba meninggi.

Seketika Abas menekan pedal rem dan kopling. Selain karena terkejut mobil di deoannya tiba-riba berhenti, Abas juga kaget dengan suara melengking Hana. Suara itu seolah memantik darah Abas yang spontan mendidih karena kondisi jalanan yang semrawut.

"Ya elah, Yang! Jangan teriak-teriak napa? Aku nggak budeg! Kamu tahu aku gampang terpancing kalau jalanan ribet gini? Suaramu …." Melihat ada mobil yang menyerobot jalannya, Abas tak kuasa menahan umpatannya. Berbagai macam isi kebun binatang Gembira Loka keluar. "Asu! Matane picek (Matanya rabun). Wes ngerti aku mau belok kiri dia malah motong!"

Lovemeter (Ketika Cinta Bisa Diukur)-completed-unpub sebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang