27. Friendzone

224 67 35
                                    

Hulla, sori banget kemalaman. RL ribet banget. Yang kemarin banyak banget kasih komen, makasih yak. Kasih jejak kalian yak, buat penyemangat yang nulis. Jumpa minggu depan. 

💕💕💕

"Lea?" Abas menggigit bibir. "Sejujurnya, aku sama sekali nggak mikirin dia karena fokusku cuma kamu. Tapi aku bakal cari cara ngomong ke Lea karena aku juga yang ngajakin dia gabung di Saturn Universe waktu dia pulang bareng putrinya dari Belanda setelah suaminya meninggal."

"Jadi?" Hana jengah mendengar cerita biografi Lea. Yang dia butuhkan sekarang adalah sikap tegas Abas.

"Kamu nggak usah mikirin dia, Yang. Aku ... akan cari cara ngatasin semua ini tanpa menyakiti semuanya. Kamu dan juga Lea. Lagian aku nggak bisa semudah itu mem-phk atau mutasiin Lea. Gimana pun Saturn Games 'kan masih di bawah naungan Saturn Universe Group. Jadi, untuk rolling karyawan dan lain-lain, tetap di bawah kendali HRD pusat." Abas meringis, melihat wajah kecut Hana. "Seenggaknya aku harus ngomongin dulu sama Papa karena Lea dulu diterima karena rekomendasiku. Padahal Pak Richard nggak setuju karena malah mau ditempatkan di Jakarta karena kesan pertama waktu wawancara, Lea itu cepet. Sat set."

Hana berdecak. "Sat set. Iya sat set. Cepet. Tapi dia itu kayak musuh dalam selimut, Mas. Masa iya dia cium Mas. Bossnya yang udah nikah! Trus yang rebahan bareng itu, apa maksudnya coba?"

"Yang, udah dong. Jangan emosi." Abas berusaha menenangkan Hana. "Aku yang salah kalau udah tidur, kaya batu. Susah bangun."

"Mas, selama ini aku nahan. Tapi, tapi ...." Hana mengembuskan napas kasar.

"Iya, Yang. Kamu udah nahan semuanya. Jadi, mulai sekarang nggak usah pikirin Lea. Aku bakal cari cara menyelesaikan masalah ini. Oke?" Kedua alis Abas terangkat.

"Terserah."

"Yang ...." Bibir Abas maju beberapa senti dengan sorot mata memelas.

"Eh, Mas, sebenarnya aku nggak mau ngomong gini. Tapi, Mas harus tegas dong. Jujur, aku sempet goyah sama cerita Mas. Tapi, kalau masih ada Lea ..." Hana menggeleng. "Entahlah. Aku nggak mau lagi. Mending aku yang mundur. Aku udah kehilangan semuanya, Mas. Sekalian aja hancur lebur!"

"Yang, aku harus gimana supaya kamu percaya aku nggak ada apa-apa sama Lea?" Nada Abas mulai terdengar frustasi.

"Te-gas! Itu aja sih. Sahabat seharusnya tahu batasnya, 'kan?" Hana menantang Abas.

"Iya, iya." Senyum di wajah Abas terbit untuk menyapu wajah suram Hana. Dia mengecup kening Hana dengan lembut. Ditariknya sedikit wajah Abas hingga berjarak satu jengkal dari ujung hidung Hana. "Aku sayang kamu, Yang. Aku bakal berusaha jadi suami yang baik buat kamu."

***

Malam ini, sambil menunggui Hana yang terlelap, Abas duduk di sebelah istrinya tanpa melepas gandengannya. Dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada Hana. Abas sangat yakin bila mertuanya mengetahui apa yang terjadi, pasti Papa tidak akan tinggal diam. Bisa jadi Papa marah dan mendukung keinginan Hana untuk berpisah.

Di sisi lain, Abas masih memikirkan cara yang tepat agar bisa menghadapi Lea. Sejujurnya dia tak menyangka Lea akan mencium dan rebahan di sampingnya. Selama ini persahabatannya hanya sebatas bicara, tanpa skinship berarti. Otak Abas kini dipenuhi tebakan motif Lea melakukan hal yang menyakiti Hana. Jelas wanita itu tahu bahwa Abas begitu mencintai Hana sehingga berani menentang Ibu.

Dalam kekalutan dan penyesalan, pikirannya terdistraksi oleh suara gawai yang bergetar di atas nakas. Awalnya, Abas tak menghiraukan notifikasi itu. Namun, karena panggilan telepon itu tak kunjung berhenti, mau tidak mau Abas melirik untuk melihat siapa yang menelepon.

Lovemeter (Ketika Cinta Bisa Diukur)-completed-unpub sebagianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang