Bagian 3

1.3K 100 0
                                    

.
.
.
.
Ayah Kadirun baru sampai dirumah setelah pukul 19.00 malam, memang sudah seperti itu jika perusahaannya sedang banyak proyek. Selalu saja pulang malam.

Saat sampai diruang tengah, Ayah menemukan sang istri tercinta sedang menonton tv dengan si bungsu yang bersandar dipundak istrinya itu.

"Hai sayang. " ucapnya lalu mengecup puncak kepala sang istri dan dibalas dengan senyuman manis sang pujaan hati.

Hal itu sontak membuat si bungsu mendongak dan ingin memeluk ayahnya, begitupun ayah kadir yang sudah siap menerima pelukan fazka.

Tapi hal itu di hentikan oleh bunda yang langsung mendekapnya erat.

"Ayahnya bersih-bersih dulu ya dek. Baru ntar gantian sama ayah ya" Walau kecewa, tapi ayah dan fazka hanya mengangguk saja. "demi kebaikan bocilnya" pikir ayah kadir

.
.
.

Reya dan kana baru saja pulang kerumah pukul 8 malam. Kana yang sibuk belajar untuk ujian akhir dan reya yang sibuk dengan tugas kuliahnya.

Kana yang sudah bersih-bersih terlebih dahulu mendekat dan duduk di samping Fazka yang sibuk dengan Tugas Fisika nya. Fazka sampai heran, kenapa seorang Isaac Newton kepikiran menghitung kecepatan kelapa jatuh dari pohonnya.

"Belum kelar juga tugas lo? "

"Ajarin dong bang, udah berasap nih kepala gue"

Kana yang mendengar itu langsung saja memutarkan bola matanya malas. Lebay sekali adik kesayangannya itu.

"Gue anak IPS kalo lo lupa bro"

"Ya siapa tau lo bisa menguasai segala ilmu. Selain ilmu ips dan ilmu hitam kan" Ucap fazka yang sudah bersiap berlindung dibalik tubuh ayahnya.

"Sini lo!!
Kampret banget ya lo" Ucap kana yang terus berusaha menarik-narik kaki fazka yang masih bisa di jangkaunya.

"Abang udah abang, ampun! Ampun!
Ayah tolongin fazka. Aduh. Hah. Hah. "

Kana terus menggelitiki kaki fazka, sampai adiknya itu seolah kehabisan nafas untuk tertawa.

"Abang udah ih, adeknya sampe bengek itu loh"

.
.

Fazka kini sudah tiduran dipaha ayah, setelah selesai membereskan PR dan bukunya tadi.

"Ayah, kalo fazka ikutan klub basket boleh gak? "

Reya, kana, dan bunda yang mendengar itu sontak menghadap ayah dan menggelengkan kepala mereka.

"Kenapa adek tiba-tiba pengen ikutan klub basket? " Tanya ayah pelan, mencoba untuk mempelajari apa yang sedang anak bungsunya rasakan.
"Aku pengen ikutan ayah, ngeliatin temen-temen bisa main basket aku jadi iri yah"

"Adek, bukannya gak boleh tapi adek tau kan ka--

"Aku lemah ya yah, Segitu lemahnya ya aku sampai mau main kaya temen-temen aku aja gak bisa" Ucap fazka yang kini sudah merubah posisinya menjadi duduk ditengah ayah dan bunda.

"Bukan gitu sayang, kita cuma takut kamu terluka" ucap bunda teya yang mencoba memberi pengertian kepada fazka.

"Fazka suka ke rumah sakit? " ucap bunda lagi sebelum fazka membantah ucapannya

"Enggak"

"Fazka suka ngeliat bunda sama kak reya nangis kalo ngeliat fazka sakit la- "

Belum selesai teya mengucapkan kata-katanya, fazka sudah terlebih dahulu memeluknya.

"Enggak bundaa, enggak. Fazka gak suka ngeliat bunda sama kak reya nangis. Nggak mau. " Suara fazka bergetar namun sebisa mungkin ia mencoba untuk tak menangis.

"Makanya cil, lo kalo nanya jangan yang aneh-aneh."

Kana yang memang tidak busa membaca suasana itu tetap mencoba untuk menjahili adiknya.

Fazka yang masih sesegukan sibuk memeluk bundanya pun tidak menjawab perkataan kana

"Kana, lo diem aja anjir. Ini ntar kalo ngambek bisa didiemin seminggu loh"
Reya mengatakan itu sambil memukul bahu kana

Sudah tak terdengar lagi suara fazka, bunda teya mencoba melepaskan pelukannya.

Dan . . . .

"Lah anakmu udah tidur ternyata bun" ucap kadir sambil terkekeh melihat kelakuan anak bungsunya itu.
"Ayah pindahin gih, kesian ini tidurnya posisi duduk gini"

Kadir yang memang sudah merasa jompo pun melirik kana untuk dapat menggantikannnya.

Kana yang melihat itupun hanya menghela napak, namun setelahnya langsung mengangkat tubuh fazka ke kamar ayah dan ibunya yang ada di lantai dasar. Iya bisa remuk punggungnya kalau harus kekamar fazka yang ada dilantai atas.

Kana menempatkan Fazka tepat ditengah-tengah kasur.

"Jangan minta yang aneh-aneh ya dek, Gua gak suka liat lo sakit"
Ucap kana yang merapihkan selimut fazka dan kemudian berlalu keluar kamar.
.
.

.
.
.

.
.
.

Saat ini suasana di kelas tidak cukup ramai karena anak-anak tengah berolahraga dilapangan.
Fazka? Dia tidak ikut. Hal itu memang sudah terjadi sejak awal fazka masuk SMA, bahkan sejak di Sekolah Dasar fazka juga tidak ikut berolahraga.

"Bosen banget anjirrr"

Saat sedang sendiri tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke kelas fazka.

"Lo emang gak malu ya? cowok kok lemah"

Fazka langsung memandang sinis pada orang itu. Dika. Anak Kelas Sebelah yang memang pernah beberapa kali menganggunya.

"Maksud lo apaan? "

Dika yang melihat fazka menanggapi kata-katanya, tentu merasa menang. Karena rencananya berhasil.

"Gak ada. Gua cuma penasaran aja. Malu gak lo kalo jadi cowok lemah.

Kalo lo lemah gini. Gimana lo mau ngelindungin cewek lo nanti. "

Fazka yang memang pada dasarnya memiliki kesabaran setipis bulu kucing, sudah mulai terpancing emosi, fazka berdiri dari bangkunya dan menatap tajam Dika.

"Jaga ya omongan lo. Mending lo pergi dari sini sebelum gua hajar muka tengil lo itu!! "

"Fazka!!!! "

.
.
..

.
.
.
..

Tbc.

.
..
.
..
.
..

Rafazka ZialovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang