• BAB 10 •

79 22 4
                                    

Hans dan Wirya pergi ke pasar Genteng, Soerabaja. Wirya ingin memgetahui tentang Sareka Islam dari pedagang-pedagang pribumi. Mereka berjalan-jalan menelusuri pedagang pribumi. 

"Kita mulai dari mana Hans?" tanya Wirya saat mereka sudah sampai di tempat tujuan.

"Dari sana Wirya, Bisanya aku menjual jagung dengannya." Hans menunjuk bapak-bapak sekitar umur 45tahunan sedang memperdagangkan sayuran tuannya.

Mereka segera berjalanan kearahnya. "Pak Sutono," sapa Hans.

"Sudah lama tidak bertemu," ucap Pak Sutono.

Laki-laki berkulit sawo matang, badannya kurus kering terlhat dari pakaiannya yang hanya menutupi pinggang sampai lutut saja.

"Meneer tak datang ke toko, Pak?" tanya Hans.

"Tidak Hans, meneer sedang perjalanan ke Batavia. Ada apa kau mencari tuanku ?"

"Bagus," seru Hans. "Tidak ada apa-apa pak."

Ini adalah keberuntungan bagi mereka, karena jika ada meneer, ia tidak bisa mengobrol dengan Pak Sutono lebih lama.

"Pak, kau tahu organisasi Sarekat Islam?" tanya Hans tanpa basa-basi.

Sutono terkejut, ada apa Hans mengatakan seperti itu? Atau Hans tahu jika Sutono mengikuti orgsnisasasi yang dipimpin oleh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto.

"Ma-ksud mu?" tanya Sutono terba-bata.

"Aku tahu kau ikut Organisasi itu," ucap Hans penuh dengan percaya diri.

"Dari ma-na kau ta-hu, Hans?" tanya Sutono terbata-bata.

"Tidak perlu tahu saya dapat dari mana, pak," ujar Hans.

Wirya yang semakin penasaran, ia mengambil alih pembicaraan Hans dengan Pak Sutono.

"Pak Sutono tak perlu khawatir, identitanya terbongkar tidak akan terbongkar. Saya Wiryamanta, saya pribumi seperti Pak Sutono," jelas Wirya. Hans terlalu memojokkan Pak Sutono dan membuatnya takut.

"Aku sedang butuh informasi ini," mohon Wirya, tangannya mengatupkan didadanya. "Bagaimana perkembangannya sekarang, aku ingin tahu?" tambah Wirya.

Sutono terkejut, Apakah ia harus percaya kepada dua pemuda ini? Bagaimana ia membocorkannya dan membuat Sutono terancam mati.

"Saya tidak akan memberikn informasi ini kepada siapapun," ucap Wirya dengan penuh keyakinan.

Sutono terdiam sebentar, sejenak berpikir dan memperhatikan 2 pemuda itu. Apakah 2 paemuda ini bisa di percaya?

"Aku tak berpihak pada Belanda, percayalah, Pak," ucap Hans dengan penuh keyakin. "Ibuku pribumi." 

Karena Hans yakin bahwa Sutono mungkin akan mempercayai Wirya karena Wirya adalah anak Pribumi, terlihat dari baju serta kulitnya. Tetapi ia pasti tidak akan percaya kepada Hans karena Hans adalah anak setengah pribumi dan setengah Belanda, karena Hans mempunyai kulit putih walaupun tak seputih oarang-oarng Eropa.

Sutono menghela napas. Ia akan berusaha mempercayai 2 pemuda itu. "Baiklah."

•••

Setelah sampai di pekarangan dekat rumah Henzie. Mereka turun dari sepeda dan menuntun sepeda masing-masing.

Tak ada obrolan saat itu, mereka masih canggung dengan pikiran masing-masing.

"Terima kasih sudah mengantarkanku sampai rumah," sahut Henzie.

Hardi tersenyum. "Sama-sama, Henzie."

Melihat dari dekat Henzie semakin cantik, dibalut gaun eropa dengan motif renda serta topi bundar yang ia kenakan. Di bawah terik matahari terlihat sekali wajah kemerahannya serta mata birunya yang indah.

Apa yang kau pikirkan Hardi? Kau tau Henzi adalah Noni Belanda, tetapi kenapa kau masih memperhatikannya? Kenapa kau memuji kecantikannya? Ingat, Pribumi dan Belanda tidak ditakdirkan untuk bersatu. Batin Hardi, ia mengerjapkan mata dan menggelengkan pelan kepalanya, mencoba mengusir pikiran lnya yang kacau.

"Ada apa Hardi? Apa ada yang salah?" tanya Henzi.

"Tidak... Tidak ada."

"Kau masuk terlebih dahulu, Hardi. Akanku kenalkan dengan ibuku," ajak Henzie, saat mereka sudah sampai didepan rumah Henzie.

"Aku harus ke pasar menemui Hans dan Wirya," tolak Hardi. Ia tak mungkin berlama-lam disini. "Mungkin lain kali," sahutnya.

"Sampai jumpa," Henzi melambaikan tangannya dan melihat kepergian Hans.

Ia mengagumi sosok pemuda itu, Henzie tak pernah menemui pemuda Pribumi yang setampan dan berkharisma seperti Hardiyata. Apakah Henzie jatuh cinta padanya?

•••

Hardi segera mengayunkan pedal sepedanya lebih cepat, ia ingin mendengar informasi yang di dapat oleh teman-temannya.

Setelah menelusuri semua tempat pasar Genteng, akhirnya Hardi menemukan Hans dan Wirya yang sedang duduk di pinggir pasar di atas batu-batu.

"Bagaimana?" tanya Hardi tanpa basa-basi saat sudah sampai di di depan merka dan menstandarkan sepedanya.

Hans dan Wirya saling bertatap dan mereka kembali beratatap bersamaan menatap Hardi.

"Bagaimana?" tanya Hardi sekali lagi.

•••••

Mohon maaf jika banyak typo bertebaran semoga masih bisa kalian ngerti, akan dilakukan revisi saat sudah tamat 🙏

Dan dimohon jika ada kekeliruan bisa langsung komen ya teman, aku akan sangat terbuka untuk saran serta kritik dari teman-teman aku ❤

Terima kasih sudah mau baca sampai akhir, semoga kalian suka🥰.

Dan mungkin cerita SOERAT TERAKHIR RADEN MAS akan update setiap hari sabtu & minggu, semoga tetap setia dengn Mas Hardi dan Mbak Henzie ⚘

Berhubung Judul "FAKE DATING diubah menjadi "THE LOST LOVE" dan diikutsertakan dalam #KontesCerita Cabaca di aplikasi Cabaca.

Dengan versi cerita yang lebih baik sera minim typo 😁. Mohon dukungannya ya teman-teman supaya aku bisa lolos 30 besar. Nomor. 127 ya teman-teman.

Matur Sembah Nuwun 🙏

Selalu dukung aku ya 🖤🖤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selalu dukung aku ya 🖤🖤

Soerat Terakhir Raden Mas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang