• BAB 7 •

106 26 5
                                    

"Kita harus ikut organisasi yang dibuat sebelumnya oleh orang-orang yang menentang kolonial," yakin Hardi, dengan perasaan antusias.

Wirya mengangguk setuju, ada benarnya juga perkataan Hardi. Mungkin ini jalan satu-satunya agar kita bisa ikut membantu mengusir para penjajah yang sudah mencuri kekayaan alam serta kebebasan bangsa ini.

"Baik, aku akan coba cari kelompok organisasi dari priyayi sampai pribumi," sahut Wirya, beri anggukan oleh Hardi.

Mereka mulai mencari organisasi atau sekumpulan orang-orang priyai atau pribumi yang menjalankan pergerakan untuk mengusir bangsa belanda dari tanah air ini.

"Aku pernah mendengar Serikat Islam yang dipimpin oleh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, kau pernah mendengarnya?" tanya Wirya.

"Tidak," ucap Hardi. "Tapi, sepertinya aku pernah mendengarnya dari Mas Wira."

"Beliau adalah pemimpin dari Sarekat Islam, sebuah organisasi perkumpulan dagang islam yang di pimpin oleh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Tujuannya adalah mengatasi persaingan pedagang lokal dengan pedagang asing," ucap wirya dengan serius.

Hardi ikut memperhatikan obrolan Wirya dengan seksama, ia ingin mengetahui kisah beliau.

"Kau tahu dari mana?"

"Sudah banyak tersebar, Di," sahut Wirya.

"Kini sekarang bagaimana organisasi itu?"

"Untuk sekarang aku belum dapat informasi dari kerabatku yang sudah bergabung," sahut Wirya.

Hardi menghela napas, ia ingin tahu kelanjutan organisasi Sarekat Islam, mungkin Hardi dan Wirya bisa ikut bersama yang memang memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya.

"Atau kau pernah mendengar Tirto Ardhi Soerjo?"

"Aku tahu, tapi tak banyak informasi yang aku dapat," sahut Hardi.

"Tirto Ardhi Soerjo juga membangun organisasi Sarekat Dagang Islam dan membangun surat kabar pertama bumiputera," jelas Wirya.

"Bagaimana kelanjutannya?" tanya Hardi penasaran.

Selama Hardi tinggal di Bojonegoro, ia hanya berteman oleh buku-buku serta apa yang di lihat di sekitar saja. Untuk informasi di luar Bojonegoro ia pun tidak tahu.

Jadi saat Wirya menceritakan tentang orang-orang yang berjuang untuk tanah tercintanya, ia akan sangat penasaran dengan jalan kehidupan orang-orang itu.

"Aku pun tak taju banyak soal beliau," terang Wiya menunduk murung. "Tapi, Aku akan mengirimkan surat kepada kerabatku yang ada di Parijs Van Java, untuk mencati tahu lebih lanjut," balas Wirya,mengangkat kepalanya kembali menatap Hardi dan berjalan menuju meja dan mulai menulis.

"Akupun, mungkin aku akan meminta bantuan kepada Masku yang berada di Belanda."

Wirya yang terkejut mendengar perkataan Hardi langsung berbalik. "Mas kau belajar di Belanda?"

Hardi mengangguk.

"Keluargamu hebat, Di," puji Wirya sambil melanjutkan menulis.

Hardi tersenyum kecil.

***

Pagi yang cerah untuk mengawali hari mereka dengan menggoes sepeda ke sekolah.

Goesan demi goesan Hardi dan Wirya lakukan  sepanjang jalan Genteng. Telihat dokar berlalu lalang serta orang-orang pribumi dengan berjalan sambil membawa sayur mayur serta hasil rempah-rempah untuk di jual di pasar.

Sesampainya di gedung HBS, Hardi dan Wirya bertemh kembali dengan Hans dan Henzie di lorong sekolah.

"Goedemorgen," sapa Hans.

(Selamat pagi)

"Aku bukan orang Belanda, Hans. Jadi hentikan sapaanmu dengan bahasa mereka," sinis Wirya.

"Oh, maaf-maaf saya tidak bermaksud menyinggung," ucap Hans merasa bersalah.

"Kau tidak seharusnya berbicara seperti itu, Wirya," bisik Hardi. "Hans hanya ingin menyapamu," tambah Hardi.

Sesaat Wirya tertawa, ia hanya bergurau saja dengan Hans tetapi sepertinya di anggap serius oleh Hans serta Hardi.

"Aku hanyabercanda, kawan. Tidak perlu serius seperti itu," seru Wirya.

Henzie pun ikut tertawa kecil, terlihat cantik. Entah kenapa Hardi suka melihatnya. Hardi terus memandangi kecantikan Henzie, tersenyum kearahnya.


Rupanya Wirya dan Hans memperhatikan gerak-gerik Hardi. Ada apa dengan pemuda jawa pendiam itu? Hardi yang terlihat pendiam dan tertutup sepertinya tiba-tiba tertarik dengan perempuan.

"Kau kenapa Hardi?" heran Wirya. "Wajahmu bisa biasa saja melihat Henzie?" Serang Wirya.

Wirya ingin sekali menggoda Hardi, rasanya seperti mempunyai hiburan baru. Hansa yang melihat kedua pasangan yang saling memandangi itu, membuat Hardi semakin gemas ingin menanyakan sesuatu.

"Kau jatuh cinta kepada kakakku, Hardi?" tanya Hans penasaran.

"Kau kenapa berbicara seperti itu, Hans?" tukas Henzie, merasa terkejut dengan perkataan Hans barusan.

"Aku hanya penasaran saja," balas Hans. "Maaf perkataanku tadi, Hardi. Aku tak bermaksud membuatmu terkejut."

•••••

Mohon maaf jika banyak typo bertebaran semoga masih bisa kalian ngerti, akan dilakukan revisi saat sudah tamat 🙏

Dan dimohon jika ada kekeliruan bisa langsung komen ya teman, aku akan sangat terbuka untuk saran serta kritik dari teman-teman aku ❤

Terima kasih sudah mau baca sampai akhir, semoga kalian suka🥰

Selalu dukung aku ya 🖤🖤

Soerat Terakhir Raden Mas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang