• BAB 1 •

428 47 28
                                    

Bojonegoro, 1917

Suasana pagi itu di rumah joglo milik seorang abdi pemerintah di kabupaten Bojonegoro.

Suara anak kecil berumur 10 tahun memindik-mindik ke kamar menuju kamar kakaknya yang berada di samping kamarnya.

Ya, Dia adalah Raden Mas Hardiyata Adhikusumo, anak dari pasangan Raden Mas Aryo Nugroho Suryokusumo dan Raden Ayu Betari. Ayahnya adalah seorang wedana atau asisten bupati.

Suara kaki melangkah rupanya terdengar oleh seorang abdi dalem perempuan sekitar berumur 40tahun menghampiri anak itu.

"Nuwun pangapunten, Raden." Abdi dalem itu mengatupkan kedua tangannya di depan hidung. "Raden sedang apa? Ada yang bisa Yu Sumi bantu, Raden?" tanya Yu Sumi dengan tetap berada di bawah dengan lutut yang menempel di lantai.

Hardi yang kaget langsung melihat ke arah belakang, terlihat Yu Sumi sedang mengatupkan tangannya di depan hidung sambil berjongkok menghormati Raden kecilnya ini.

"Ndak, Yu. Hardi hanya sedang berjalan-jalan saja," selak Hardi. Ia tidak mungkin berbicara sejujurnya bahwa anak kecil jawa itu ingin mengambil buku dari kamar kakaknya.

Suara pintu terbuka dari kamar Raden Mas Wira Haryakusumo, tidak lain adalah kakak kandung Hardi yang kini belajar di Amsterdam, Belanda.

"Hardi?" tanya Wira.

Yu Sumi mengatupkan kembali kedua tangannya di depan hidung saat Wira keluar dari kamarnya.

Hardi yang kaget dan terpatung seperti pencuri yang sedang tertangkap basah oleh pemiliknya dengan kemunculan Harya yang tiba-tiba.

"Kamu ngapain didepan kamar, Mas?"

Hardi hanya terdiam sebentar. "Hardi... itu... ehm... " ucap Hardi terbata-bata.

Harya yang melihat Yu Sumi masih di dekat mereka."Yu..." panggil Wira, mengedipkan matanya sedikit lama, Yu sumi yang mengerti kedipan Wira dan berpamit pergi dari Hardi dan Wira.

Harya yang kini sudah berumur 20 tahun, ia berjongkok melihat adik kecilnya menunduk merasa bersalah. "Hardi mau apa? Buku lagi?"

Perlahan wajah Hardi bertatap dengan wajah Wira. "Nggih, Mas. Boleh?"

"Kemarin Mas berikan sudah habis dibaca?"

Hardi mengangguk kembali.

Wira hanya tersenyum kecil. "Boleh, Nanti Mas akan pinjamkan. Tapi Raden jangan mindik-mindik seperti tadi lagi, ya."

Hardi tersenyum dan mengangguk. "Matur suwun, Mas." Harya mengangguk tersenyum.

"Nanti Mas, pinjamkan ya. Sekarang Mas mau ke Bapak. Kamu mau ikut?" tanya Wira saat sudah berdiri dan hendak pergi.

"Ndak, Mas. Hardi mau ke Ibu," ucap Hardi.

"Iya," balas Harya menepuk pundak Hardi pelan dan berlalu pergi.

Hardiyata, biasa dipanggil Hardi kini belajar di ELS, di Bojonegoro. Selama di sekolah Hardi belajar dengan tekun ia diberitahu oleh ibunya, Betari. Bahwa tidak semua anak bisa seperti mereka yang bisa mengenyam pendidikan. Maka dari itu Hardi harus bisa belajar semaximal mungkin.

***

Sesampainya di pasar Raden Ayu Betari yang ingin membeli benang dan di temani oleh Yu Sumi sebagai abdi dalem keluarganya memakai kendaraan Dokar.

Betari di temani putra keduanya, Hardi, menyusuri pasar-pasar. Telihat beberapa pedagang pribumi yang menjual berbagai perlengkapan makanan serta kebutuhan sehari-hari.

Soerat Terakhir Raden Mas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang