• BAB 22 •

45 9 1
                                    

Sementara Wirya sedang di Bandoeng. Hans dan Henzie selalu menemani Hardi, Ya, karena memang Hardi jarang bergaul. Baik dengan pribumi, Indo maupun Belanda.

"Kau seharian ini ingin kemana Hardi?" tanya Hans saat mereka sudah selesai belajar dan berniat ingin pulang.

"Aku menulis cerita bersambungku yang hampir tamat," sahutnya di sela-sela langkah kaki di koridor menuju tempat penyimpanan sepeda.

"Ikutlah dengan ku sebentar. Aku ingin menunggangi kuda dengan Henzi di sekitar kebun," ajak Hans.

Perkebunan serta persawahan milik Willem Van Dekken sudah mulai terurus oleh Sulastri di bantu oleh Henzie. Willem sudah lama tidak pulang ke rumah, ia tinggal di tangsi Surabaya bersama nyai baru dan teman-temannya. Jadi perkebunan sekarang di kelola oleh Sulastri di ajarkan oleh Henzie nulis dan baca akhirnya Sulastri mulai membaca buku Henzie ataupun Hans untuk mengelola pekebunan ini.

"Hardi, ikut denganku," ajak Henzie, tangannya perlahan memegang tangan Hardi.

Seketika tubuhnya mematung, entah kenapa ada desiran hebat di dalam dadanya, detak jantunya pun tak beraturan Hardi merasa gugup. "Iya."

Hanya itu yang bisa ia katakan saat ini, kenapa tatapan Henzie begitu menawan dan menarik untuk di tatap lama-lama. Atau Hardi sudah mulai jatuh cinta pada perempuan berparas cantik di hadapannya ini?

Henzie pun merasakan hal yang sama, sejak kejadian pelukan di saung sore itu. Henzie tidak berhenti memikirkan Hardi entah kenapa Hardi semakin hari semakin berkharisma.

Mereka menuju tempat penyimpanan sepeda, dan segera mengambil dan menggoesnya menuju rumah Hans dan Henzie.

Saat di perjalanan Henzie berhenti sebentar, memberhentikan lanju sepedanya sontak Hand dan Hardipun ikut berhenti. "Kalian duluan saja, aku ingin membeli bunga mawar dulu sebentar."

Hans mengangguk mengerti, Hans bersiap menggose kembali sepedanya. "Ayo Hardi," ajak Hans, semenstara Hardi ingin menemani Henzie ke pasar.

"Aku akan menemani Henzie." Baik Hans ataupun Henzi terkejut.

"Benarkanh? Aku tak perlu di antar, Hardi," cegah Henzie. Henzie adalah noni belanda yang mandiri. Ia sama sekali tidak perlu ada yang menemaninya.

"Tidak masalah, kau kesana sendiri Henzie. Aku akan menjagamu," ucap Hardi serius.

Henzie yang mendengarnya merasa tersanjung, kenapa Hardi semanis ini kepadanya? Jika Hardi seperti ini terus Henzie semakin jatuh hati kepadanya.

"Baiklah aku pergi." Hans berlalu pergi, ia sudah menduga itu hal terjadi, ia tidak akan memghalangi 2 pasangan ini untuk terus bersama. Tetapi, ia khawatir tentang status, keturunan serta kedudukan mereka di tanah ini. Pasti tidak akan ada yang menyetujuinnya jika mereka bersama.

Hardi dan Henzie akhirnya putar arah menuju pasar, di sepanjang jalan hanya keramaian yang mendominasi mereka.

"Toko bunga orang Tionghoa itu?" tanya Hardi di sela-sela kecanggungn mereka. Kenapa hari ini lebih canggung dari sebelumnya.

"Iya."

Setelah sampai di toko bunga Koh Liong Henzi segera membeli beberapa tangkai bunga untuk di kamar serta ruang tamunya.

"Ada yang mau kau beli setelah ini, Hardi?" tanya Henzie. Jika Hardi ingin mengantarkan Henzie pasti ia mempunya kepeluan juga untuk ukut kepasar.

"Tidak. Aku sungguh ingin mengantarkanmu saja, Henzie. Apakah kau merasa terganggu dengan keberadaanku?" tanya Hardi, seolah-seolah Hardi hanya ada keperluan saja ikut dengn Henzi bukan bernar-benar ingin mengantarkannya.

"Tidak. Bukan itu maksudku. Maaf jika menyinggungmu atas perkataanku, Hardi." Hardi merasa heran, apakah perkataannya menyakiti perasaannya sampai Henzi berkata seperti itu. "Jika tidak ada yang ingin di beli, sebaiknya kita menyusul Hans," lanjutnya.

Mereka berjalan menuju rumah Henzie, lagi-lagi keramaian jalann mendominasi mereka. Sampai akhirnya mereka sudah sampai di depan rumah Henzie yang cukup bedar layakanya rumah Belanda yang cukup kaya.

"Aku tak bisa menungganginya," jujur Hardi, saat mereka sudah sampai di depan kandang kuda dan siap ingin menungganginya.

Selama di Bojonegoro Hardi belum pernah menunggangi kuda dan saat itupun hanya Wirya yang belajar dengan Hans. "Benarkah?"

••••

Mohon maaf jika banyak typo bertebaran semoga masih bisa kalian ngerti, akan dilakukan revisi saat sudah tamat 🙏

Dan dimohon jika ada kekeliruan bisa langsung komen ya teman, aku akan sangat terbuka untuk saran serta kritik dari teman-teman aku ❤

Terima kasih sudah mau baca sampai akhir, semoga kalian suka🥰

Selalu dukung aku ya 🖤🖤

Soerat Terakhir Raden Mas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang