Part 27

908 189 30
                                    

"Sudah kamu tanda tanganin kontraknya?"

Anin berhenti melangkah mendengar suara mamahnya, ia tak juga berbalik melihat mamahnya.

"Kenapa kamu masih ragu?"

"Aku belum bisa mutuskan mah"

"Kamu pacaran sama asisten manager kamu itu ya?"

Anin menatap tak suka mendengar pertanyaan mamahnya. Orang yang mamahnya maksudnya itu adalah Aran. Aran bukan orang yang pantas mamahnya rendahkan seperti itu.

"Namanya Aran mah dan dia bukan asisten aku"

"Mamah gak perduli namanya siapa yang penting mamah gak mau dia ngerusak karir kamu, ingat Dit kamu ada dititik ini gak mudah dan sekarang kesempatan kamu buat bisa lebih tinggi lagi"

"Tapi Ditha gak suka mamah sangkut pautkan sama Aran"

"Pinter banget kamu sekarang ngelawan ya karna laki laki itu"

"Mah jangan sampai karna ini Ditha memutuskan tanpa berpikir lagi ya"

"Kamu lupa siapa yang besarin kamu hah, mamah Ditha mamah, bahkan setelah kedua orang tua kamu meninggal"

Anin pergi dari hadapan mamahnya dan langsung mengunci kamarnya.

Anin menatap kertas yang berisi kontrak kerja dari agensinya sekaligus beasiswa di Amerika. Pandangannya beralih pada fotonya dan Aran yang ia bingkai rapi diatas mejanya. Senyuman tipis menghiasi bibir Anin, terbersit kenangan bersama Aran. Laki laki yang begitu sabar menghadapinya yang mungkin tak bisa ia temui dimanapun.

Beberapa hari ini Anin sengaja tak menemui Aran bahkan ia tahu Aran sidang akhir namun Anin memilih tak hadir. Ia berusaha menghindari Aran, semakin berat ia meninggalkan Aran jika terus bersama.

"Aku tau kamu cape Ran, tapi kenapa kamu memilih buat terluka"

.
.
.
.

Hari yang dinanti Aran akhirnya tiba. Perjuangannya untuk memindahkan tali toga dari kiri ke kanan selama hampir 4 tahun terakhir tidak sia sia. Aran berhasil masuk menjadi mahasiswa cumlaude ditambah skripsi terbaik.

Senyuman tak pernah luntur dari wajah Aran. Ia bahagia dikelilingi oleh orang orang terkasihnya.

Anin ikut tersenyum, ia akhirnya hadir dihari penting Aran meskipun hanya bisa menyaksikan semuanya dari jauh.

Anin berbalik untuk menjauh, ia tak bisa jika terlalu lama ditempat itu.

Tiba tiba tangan Anin ditahan.

"Kok pergi?" Tangan hangat itu menggenggam lembut tangan Anin

"Makasih udah datang" Senyuman Aran semakin menyiksa hati Anin.

"Aku gak bisa lama"

"Gak papa, nanti kita foto diapartemen kamu aja"

Anin mengangguk setuju, ia mengelus pipi Aran sebelum pergi.

"Aran"

"Iya bu"

"Ditha mau kemana?"

"Gak bisa lama lama disini bu"

Sebuah kotak cincin ibu Aran berikan ditangan Aran.

"Pakaikan buat Ditha"

"Ini cincin nenek kan bu?"

"Iya sekarang untuk Ditha"

Perasaan bahagia Aran semakin tak terbendung lagi. Cincin itu ada turun temurun dalam keluarganya dan hari ini juga ia akan memasangkannya pada perempuan pilihannya yang akan menemaninya hingga akhir hidupnya.

Di Tengah Badai Hujan TibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang