Part 20

830 179 23
                                    

Satu pukulan mengenai pipi kanan Aran. Aran yang tak siap, kaget diserang secara tiba tiba oleh Mirza. Aran tersungkur kelantai, sementra Oniel dan Ollan berusaha melerai Mirza yang begitu emosi. Aldo membantu Aran untuk berdiri.

"Sini lo bangsat"

"Mirza tenang" bentak Ollan

Mereka semua tak paham dengan sikap Mirza yang tiba tiba seperti ini. Mirza mendorong Ollan dan Oniel, ia terduduk dikursi mengatur amarahnya yang tak bisa ia kendalikan.

"Lo semua gak akan paham diposisi gue"

"Mir, gue salah apa?"

"Diam lo bangsat" Mirza masih menatap Aran dengan tatapan penuh amarah

Mirza kembali mencengkram kerah jaket Aran. Aran sama sekali tak gentar, ia membalas tatapan tajam Mirza padanya. Ketiganya mencoba memisahkan Aran dan Mirza.

"Lo munafik banget anjing, lo dekatin Chika juga setelah hubungan lo gak baik sama ka Anin. Gini cara lo nusuk gue dari belakang"

"Lo salah paham Mir"

"Gue liat sendiri lo sama Chika pelukan bangsat" Mirza mendorong Aran

Aldo segera berdiri didepan Aran menghadang Mirza, sedangkan Ollan dan Oniel berusaha menahan Mirza.

"Lo diam kan! Anjing lo emang" Mirza meraih tasnya dan pergi dari bengkel Ollan

"Mirza" panggil Aran namun Oniel menahannya

"Dia lagi emosi percuma kalau lo berusaha buat jelasin sekarang"

Aldo mendudukkan Aran, mereka ikut duduk dan menatap Aran mendengarkan penjelasan dari versi Aran.

"Mirza salah paham, gue sama sekali gak dekatin Chika. Tadi Chika jujur tentang perasaannya ke gue dan ternyata dia liat gue meluk Chika tapi itu buat nenangin Chika"

Oniel sudah yakin ada kekeliruan diantara mereka. Oniel yang telah lama mengenal Aran sudah tahu kalau Aran tidak akan sebrengsek itu.

"Mirza lagi kacau banget Ran, ujian dia kali ini gagal. Bokapnya nuntut dia lulus dengan nilai terbaik buat ambil profesi diluar negri ditambah kenyataan Chika suka sama lo buat dia hilang kendali" jelas Ollan

Aran tak ingin menyalahkan Mirza dengan situasi saat ini. Semua ini hanya kesalahpahaman diantara mereka berdua.

Aldo berdiri mengambilan es batu yang ia bungkus handuk kecil dari kantor Ollan.

"Kompres dulu ka, merah soalnya"

"Thanks Do"

Mereka semua bingung harus bersikap seperti apa dengan perpecahan yang terjadi saat ini.

"Lan, gue harap lo tetap nemani Mirza karna gue yakin dia gak mau ketemu gue lagi"

.
.
.
.

Aran berdiri tepat didepan pintu apartemen Anin, beberapa kali Aran menelpon Anin namun tak juga Anin menjawab telponnya.

Aran menatap sedih pada pintu Anin yang tertutup rapat. Ia sangat membutuhkan Anin saat ini, pikirannya kacau dan hatinya begitu tak tenang. Mata Aran berkaca kaca menerima kenyataan Anin tak ada untuknya disaat seperti ini.

Langkah Aran pelan meninggalkan apartemen Anin, beberapa kali ia menoleh kembali berharap Anin ada disana namun nyatanya Anin tetap tak ada.

Aran pulang kerumahnya, ia sangat membutuhkan seseorang untuknya bersandar.

"Aran, muka kamu kenapa nak?"

Aran tak mampu lagi membendung air matanya, ia menangis memeluk ibunya.

Di Tengah Badai Hujan TibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang