" I want to always be the most childish"
•
•
•
•
•"Cuma gue yang merasakan itu, kan? Lo ga." Mata indahnya menatap tajam. Menunggu tanggapan.
Haechan terdiam. Membalas tatapan tak bersahabat itu—terpana. Tidak percaya, tatapan siap membunuh yang sering dilayangkan kepadanya saat pemiliknya marah itu akhirnya dia saksikan secara langsung setelah sekian lama. Tangannya bergerak menyisir poni yang konsisten dibiarkan tumbuh hingga bawah garis alis—dia pernah meminta Renjun mempertahankan rambutnya sedikit panjang—lelaki itu mengabulkan keinginannya. Terus tangannya menyisir ujung poni menuju tepi wajah, lalu memberhentikan tangannya di sana.
"Chan!" desak Renjun pelan sekaligus penuh penekanan.
Raut marah lelaki itu selalu menjadi hiburan, Haechan terkekeh tanpa suara.
"Lo ga punya mulut buat ngomong, ya?"
"Ck, marah mulu," balas Haechan.
"Susah banget jawab gue?"
"Mending lo tidur," saran Haechan. Menggerakkan wajahnya ke depan untuk mengecup bibir itu, lalu menarik tubuh di atasnya itu ke dalam dekapan. Memiringkan tubuhnya sehingga tubuh itu terjatuh ke sampingnya. Menepuk pelan punggung itu mencoba menghipnotis agar lelaki itu patuh untuk segera tidur.
Plak! Perlakuan lembutnya dibalas pukulan keras di punggung.
"Sakit Njun." Haechan mengaduh.
"Lo nyebelin," gerutu Renjun, suaranya terdengar samar—wajahnya terkubur di antara tangan Haechan yang melingkarinya dan dada lelaki itu.
"Ga dipukul juga," protes Haechan.
Renjun diam. Kemudian, tangannya bergerak mengelilingi badan Haechan.
"You still like my heartbeat," gumam Haechan, merasakan Renjun meletakkan sisi wajahnya pada bagian dadanya, tempat jantungnya berdetak.
"Berisik," desis Renjun.
Haechan terkekeh, lalu setelah menghela napas dia memutuskan untuk ikut terdiam. Menciptakan hening. Membiarkan Renjun leluasa mendengarkan suara detak jantungnya. Berharap lelaki itu akan tertidur dan beristirahat. Tidak lupa dia terus menggerakkan tangannya mengelus punggung itu.
Malam belum terlalu jauh, keadaan di luar ikut menjadi tenang seakan membiarkan Renjun tenggelam dalam suara aliran darah dipompa di dalam tubuhnya.
Haechan menahan diri untuk tidak ikut tertidur. Tidak boleh. Dia ingin menikmati keberadaan lelaki itu di dekatnya. Meskipun dalam keadaan membisu, bersebelahan dengannya adalah hal yang terus dia rindukan beberapa waktu. Sesekali dia tersenyum seperti orang gila. Merasa bahagia. Akhirnya bertemu setelah sekian lama berpisah, menimbulkan perasaan haru. Ingin rasanya dia menari-nari dan berteriak.
Namun, lagi-lagi dia menahan hal di luar wajar.
Rindu miliknya cukup dirinya yang menanggung. Beratnya cukup dia yang merasakan. Dia tidak akan lemah hanya karena perasaan mengganggu akibat jarak. Dia harus bersikap layaknya seorang pahlawan yang kekar di setiap keadaan. Dia ingin terus menjadi hal yang dibanggakan oleh Renjun.
🍃
Di pagi buta, Renjun terbangun dan mengadu lapar. Memaksa Haechan bangun padahal lelaki itu baru tertidur dalam hitungan menit.
"Mau apa?" tanya Haechan. Suaranya serak dan matanya masih terpejam.
Renjun yang lebih dulu bangun, duduk di tepian ranjang. "Apa aja," jawabnya.