"Ga mau ganggu idupnya yang luar itu?"
•
•
•
•
•Paginya diawali dengan mengirim screenshot bukti transfer sejumlah uang kepada seseorang. "Udah gue kirim duit jajannya," katanya. Video call semalam penuh itu diganti panggilan suara.
"Gue minta jajan kopi sehari, lo ngasih duit bisa beli kopi sebulan," Renjun mengomel. "Gila!"
"Gue maunya ngirim lebih malah," ujar Haechan, lalu tertawa.
"Ga jadi deh gue minta duit jajan tiap hari. Ga usah ngirim duit lagi. Gue sanggup jajan kopi pakai duit gue sendiri."
"Apa sih, Njun?" sela Haechan. "Cuma duit segitu."
"Eh gila! Besok lo transfer duit lagi, lo gue blok," kata Renjun mengancam.
"Bisa emang?" pancing Haechan, lucu sekali marah lelaki itu karena alasan jumlah lebih uang yang dikirimnya. Orang lain pasti akan senang, bukan marah-marah.
"Ga!"
Haechan tersenyum lebar, ingin rasanya berteriak tak tahan mendengar jawaban singkat Renjun yang mampu memicu jantung keluar dari tempatnya. "Ya udah, terima aja."
Helaan napas terdengar menderu dari telepon. "Gue ga perlu duit lo. Gue perlu lo ingat gue tiap hari, biar sehari aja lo lupa ngirim duit, lo bakal merasa bersalah ga ngasih gue duit jajan buat beli kopi."
"Apa sih, Njun?" tanya Haechan. "Kumat childishnya, lucu banget. Gue ga ngirim lo duit tiap hari, tanpa lo minta, gue pasti ingat sama lo tiap saat."
"Cih!" Renjun mengejek, tak percaya.
"Percaya deh," pinta Haechan.
"Mmm ...," Renjun berdegung.
"Kapan lo mau tidurnya? Di sana udah malam." Lalu, Haechan mengalihkan topik bicara.
"Ngusir?!" ketus Renjun.
"Ya Tuhan ...," Haechan mendesah. "Mungkin kalau lo cewek, saat ini lagi PMS kali, ya? Sensitif banget. Gue nanya, kapan lo mau tidurnya? Di sana udah malam. Gue udah bangun. Lo liat sendiri tidur gue aman tanpa masalah. Saatnya lo yang istirahat."
Sebelum tidur Haechan berusaha keras mengingat hal-hal terindahnya berdua Renjun. Mengusir kenangan buruk di dalam alam bawah sadarnya. Lelaki itu sekarang mengawasi tidurnya tiap malam, dia harus berhenti mimpi buruk karena tak ingin lelaki itu merasa bersalah telah pergi meninggalkan.
Dia berhasil, tidurnya semalam tanpa mimpi. Dan, bangunnya baik-baik saja tanpa banjir keringat atau air mata.
"Bentar lagi, belum ngantuk," akhirnya Renjun menjawab.
Haechan tidak menanggapi, dia sedang bersiap keluar dari rumah mess menuju bangunan kafe. Semalam Tata memutuskan menginap di sana, Haechan ingin menyapa pemuda itu sekaligus mengharap mendapatkan segelas seduhan kopi di pagi hari.
"Dude," panggil Renjun.
"Ya ...," sahut Haechan, handphone besarnya menempel di daun telinga. "Ta, gue mau kopi, boleh?" ujarnya bicara pada Tata di balik meja bar.
"Tadi malam gue dengar cewek nangis," beritahu Renjun.
"Apa?" tanya Haechan, memastikan pendengarannya.
"Iya, tadi malam, saat lo udah tidur gue dengar cewek nangis. Sakit banget gue dengarnya."
"Bukan gue yang nangis pas tidur?"