"Sosok asli yang lo anggap periang... "
•
•
•
•
•Amerien, dipanggil Meri. Wanita berumur dua puluh delapan itu seorang Brand Manager di kantor cabang PT. Laris Sejahtera: sebuah distributor suku cadang sparepart sepeda motor—bukan merek originil, tapi terkenal kualitasnya—sebuah anak perusahaan dari PT. Makmur Utama: sebuah perusahaan pemasok biji besi terbesar.
Tidak termasuk dari deretan sepuluh orang terkaya di Indonesia, tapi tetap saja mereka adalah salah satu dari keluarga terkaya.
Pemilik utama dari keseluruhan perusahaan adalah orang tua Kun. Beberapa anak perusahaan dipimpin oleh kerabat dan anak perusahaan tempat Meri dan Kun bekerja dipimpin oleh paman lelaki itu; adik pertama mama Kun—yang rumahnya dijadikan tempat tinggal kedua oleh Chenle, adik Haechan.
Tempat Meri bekerja adalah sebuah tempat usaha hasil kerjasama antara dua perusahaan: PT. Laris Sejahtera dan usaha kecil milik Daniel yang baru mempunyai nama UD di depan nama tokonya—berkembang perlahan menjadi distributor dengan skala terbesar seprovinsi semenjak menandatangani kontrak kerjasama.
Lima tahun sudah Meri merantau dari kota asalnya. Menetap di kota orang bermodal pasokan dorongan semangat dari Kun semata. Ilmu dagangnya tak seberapa di awal dia merintis bersama Daniel yang katanya cuma punya modal uang belaka, tapi tak tahu harus digunakan untuk apa.
Dulunya, usaha keluarga milik dari lelaki yang jarak umurnya dari Meri terlampau dua belas tahun itu hanya sebuah ruko penyedia suku cadang seadanya. Kedua orang tuanya tak berani melebarkan sayap usaha, setelah bertemu Kun dan terhasut rayuan ilmu marketingnya, barulah dia berani menggunakan uang yang selama ini hanya menjadi deposit di dalam lemari besi bank.
Jabatan Meri sebagai kepala cabang dari perusahaan—ditambah mengubah sebuah usaha dari sistem manual ke sistem komputerisasi tidaklah mudah. Jenis suku cadang di setiap nama kendaraan hampir ribuan item. Yang harus dia kendalikan tidak hanya satu merek dari perusahaan pusat—suku cadang dengan merek dari perusahaan PT. Laris Sejahtera, tapi juga beberapa dari merek perusahaan lain karena Daniel tak ingin meninggalkan kerjasamanya dengan orang-orang lama.
Dua tahun menjadi masa berjuang terberat memindahkan sistem purba ke jaman. Tak cukup mata yang menjuling di depan monitor akibat ribuan input data, Meri juga dibuat jatuh bangun semangatnya menghadapi karyawan lama yang menolak sistem baru pemasukan dan penjualan dari tempat usaha itu.
Keren memang namanya—Brand Manager: seorang pimpinan kantor cabang yang mengepalai dan melakukan koordinasi kegiatan operasional dari ruang lingkup yang dia pegang. Terdengar sangat tinggi kedudukannya—setelah Daniel, laksana pemegang kuasa atas keseluruhan untung operasional dan pemilik usaha—namun, tak sesederhana itu cara kerjanya: mengontrol dua puluh lima pegawai yang rata-rata jauh lebih tua darinya mampu memecahkan batok kepala. Dia sudah seperti tangan kanan Daniel: semua perihal perusahaan diserahkan dan terserah dengan apa keputusannya—bahasa lainnya dia adalah seorang Kacong yang dijunjung tinggi dengan anggapan 'kita sudah seperti keluarga'. Padahal, beban teramat dipercayai tentang segalanya.
Berat, diakui memang berat. Ringan hatinya betah menjadi seorang Kacong tumbuh dari keyakinan bahwa ilmu tak bisa dibeli jika seseorang tak mengajarinya secara suka rela—jika Kun pemasok terbesar semangat merantau dan melakoni pekerjaan, Daniel adalah pemasok ilmu ranah dagang terbesarnya. Dia tak lulus dari kuliah, bekerja dengan jabatan sekeren itu semata-mata uluran ringan tangan oleh Kun semata, dan ilmu hebat dari pemelajaran bersama Daniel tak bisa dia dapat dari bangku pendidikan mana pun.
Belajar mengenal satu per satu jenis suku cadang, gagapnya berbuah ahli saat ditanya jawaban. Belajar menghitung untung-rugi dan bagaimana menentukan harga tiap item barang jika dihitung dari modalnya—tidak semua harga jual berpatok dari sekian persen modal, ternyata juga dilihat dari tingkat peminat dan jumlah pencarian dari para pelanggan. Belajar pendekatan kepada tiap pelanggan dan bagaimana mengambil hati mereka—Meri punya relasi luas dari pemelajaran itu, terlihat dari dengan siapa teman nongkrongnya saat acara pembukaan kafe Singgah(;).