page 6

2 0 0
                                    

Daripada Pradipta, Geri sepertinya menjadi orang pertama yang menyadari bahwa tingkah laku Aria memang sedikit terasa ganjil hari ini. Habisnya, gadis berambut pendek yang hobi nongkrong di meja guru sambil sibuk ngelihatin absen kelas setiap datang pertama kali ke kelas itu justru ada ditempat duduknya, duduk sambil menelungkupkan kepalanya ke atas meja. Dengan langkah pelan, Geri mendekat. Niat hatinya ingin mengagetkan Aria, tetapi sepertinya gadis itu sudah lebih dahulu menyadari kehadiran Geri.
"Kamu mau apa?" Aria bertanya dengan suara serak, bahkan tanpa mengangkat kepalanya untuk menatap wajah terkejut Geri.
"Kenapa kok lemes? Menstruasi hari pertama?"
"Nggak mungkin." Itu Pradipta yang menyanggah.
"Dia baru selesai menstruasi dua minggu lalu."
"loh apal." Geri bergumam.
"Jadi kenapa?"
"Aku habis merusak image ku sendiri." Balas yang perempuan sambil mengangkat kepalanya.
"Aku bikin si pahlawan ilfil."
Mendengar jawaban Aria, Geri mengangguk-anggukan kepalanya. Tanpa menanggapi, ia berjalan kearah kursinya, meletakan tas, kemudian duduk disana sambil menatap teman perempuannya.
"Terus?"
"Kok terus? Image ku hancur ini."
"Lha biasanya juga hobimu menghancurkan image, kan?"
Satu pukulan Geri terima di kepalanya, pelakunya tentu saja Aria yang merengut sebal. Mungkin karena terlampau kesal dengan pernyataan Geri, Aria lebih memilih untuk diam dan memperhatikan sekitarnya.
Tetapi, matanya justru menatap ke arah lapangan. Kearah anak-anak baru yang masih dalam masa perkenalan murid baru. Dulu, setahun lalu Aria juga pernah berada di posisi mereka. Rambutnya yang panjang dulunya di kepang, dengan topi rotan, dan kalung pengenal bertuliskan namanya yang ditulis besar-besar.
Kalau mengingat hal itu, rasanya Aria ingin tertawa. Soalnya masa perkenalan itu masa-masa dimana dia mengenal Geri dan Pradipta. Geri yang datang terlambat dan Pradipta yang berdiri menjulang menutupi anak-anak di belakangnya dari terpaan sinar matahari.

"Setelah hobi mempermalukan diri sendiri, sekarang dia jadi gila." Dibelakang sana, Geri berbisik pada Pradipta.
"Ngeri aku."
Sedangkan yang diajak bicara justru tertawa kecil.
Sebenarnya istirahat kedua setelah matematika yang terasa sangat panjang itu adalah suatu berkah bagi anak-anak kelas 8A yang kini berhamburan keluar dari kelas, tidak sabar untuk mengisi perut mereka dengan jajanan kantin yang menang harga saja. Tidak jauh berbeda dengan Geri dan Pradipta yang ikut keluar, tentu saja mereka keluar setelah mengajak Aria, tetapi wanita berambut pendek itu menolak untuk pergi ke kantin.
Aria itu bukan termasuk jajaran anak pintar sekalipun ia lolos tes masuk SMP negeri yang terkenal ini, tapi bukan juga jajaran anak yang bodoh. Dia ada diantaranya, si biasa Aria. Dan tempat bagi orang-orang biasa seperti Aria itu adalah perpustakaan, well, kalimat ini sebenarnya Aria sendiri yang tuliskan.
Padahal tidak ada hubungannya, tapi tak apa.
Intinya setelah berpisah dengan Geri dan Pradipta, Aria dengan cepat berjalan menuju perpustakaan. Dia bukan ingin mengerjakan tugas ekonominya yang belum selesai, atau ingin meminjam buku novel sejarah. Aria hanya ingin numpang duduk sambil menikmati ac perpustakaan yang dingin. Mungkin tidur sebentar tidak masalah baginya.

Grow UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang